This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Khutbah Idul Adha 1429 H Berkorban Demi Tegaknya Islam


بسم الله الرحمن الرحيم

KHUTBAH IDUL ADHHA 1429 H

BERKORBAN DEMI TEGAKNYA ISLAM

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

الله أكبر 9×

اللهُ اَكْبَرُ كَبِيْراً وَالْحَمْدُ ِللهِ كَثِيْراً وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لاَإلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرُ، اللهُ اَكْبَرُ وِللهِ الْحَمْدُ.

اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ جَعَلَ الْيَوْمَ عِيْداً لِلْمُسْلِمِيْنَ، وَوَحَّدَنَا بِعِيْدِهِ كَأُمَّةٍ وَاحِدَةٍ، مِنْ غَيْرِ الأُمَم، وَنَشْكُرُهُ عَلَى كَمَالِ إِحْسَانِهِ وَهُوَ ذُو الْجَلاَلِ وَاْلإِكْراَمِ.

أَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ أَنْتَ وَحْدَكَ لاَشَرِيْكَ لَكَ، اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَن تَشَاء وَتَنزِعُ الْمُلْكَ مِمَّن تَشَاء وَتُعِزُّ مَن تَشَاء وَتُذِلُّ مَن تَشَاء بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَىَ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُكَ وَرَسُوْلُكَ.

الَلَّهُمَّ صَلِّ وَاُسَلِّمُ عَلَى حَبِيْبِناَ المُصْطَفَى، الَّذِّي بَلَّغَ الرِّسَالَةْ، وَأَدَّى الأَمَانَةْ، وَنَصَحَ الأُمَّةْ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ دَعاَ اِلَى اللهِ بِدَعْوَتِهِ، وَجاَهَدَ فِيْ اللهِ حَقَّ جِهاَدِهِ.

اَمَّا بَعْدُ: عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ!


Allahu Akbar 3x Walillahil Hamd

Kaum Muslim rahimakumullah:

Hari ini, umat Islam di seluruh dunia telah disatukan oleh Allah sebagai satu umat. Mereka merayakan hari Raya Idul Adhha bersama-sama sebagai umat Islam, bukan sebagai bangsa Arab, Afrika, Eropa, Amerika, Australia maupun Asia. Mereka merayakan hari agung dan suci ini sebagai satu umat, yang diikat oleh akidah yang sama, yaitu akidah Islam. Dan diatur dengan hukum yang sama, yaitu hukum Islam.



Namun sayangnya, kesatuan mereka sebagai umat ini hanya sesaat. Sebab, begitu mereka selesai mengerjakan shalat Idul Adhha, kesatuan itu pun sirna. 1,4 milyar umat Islam yang kini tengah merayakan Idul Adhha itu pun kembali menjadi buih, dan tidak berdaya menghadapi penistaan demi penistaan yang terus menghampiri mereka.

Lihatlah, untuk menjaga kehormatan dan kesucian Nabi Muhammad dan keluarga baginda, yang terus-menerus dihina dan dinistakan saja mereka tidak mampu. Paling-paling mereka hanya bisa mengutuk, mengecam, memprotes atau menuntut agar penguasa negeri kaum Muslim itu menyeret dan mengadili pelakunya. Tetapi, apakah seruan itu pernah didengarkan? Tentu saja tidak. Karena para penguasa mereka tidak pernah menjadi penjaga agama mereka. Tidak pernah menjadi pembela kehormatan Nabi mereka. Bahkan, menjadi penjaga wilayah mereka sendiri pun tidak. Sebaliknya, mereka malah bahu-membahu dengan kaum Kafir penjajah agar bisa menduduki dan menguras kekayaan alam negeri-negeri mereka.

Lihatlah, andai bukan karena bantuan para penguasa yang berkhianat kepada Allah, Rasul-Nya dan seluruh umat Islam, tentu AS dan sekutunya tidak akan bisa menduduki Irak dan Afganistan. Israel juga tidak akan bisa terus-menerus mengangkangi tanah suci Palestina, yang diberkati oleh Allah. Pakistan juga tidak bisa diobrak-abrik dan diobok-obok oleh AS; sehingga AS, dengan leluasa menjalankan operasi penculikan dan pembunuhan orang-orang yang dianggap bisa mengancam eksistensinya. Allahu akbar.

Pertanyaannya, sampai kapan kondisi ini akan terus begini? Apa yang menyebabkan kondisi umat yang dinyatakan oleh Allah sebagai umat terbaik ini begitu menyedihkan?; sampai seluruh kehormatan mereka dinodai di depan mata mereka, siang dan malam, mereka pun tak kuasa membelanya.


Allahu Akbar 3x wa Lillahil hamd

Kaum Muslim rahimakumullah:

Kondisi ini sudah diisyaratkan oleh baginda Rasulullah saw. Dalam sabdanya, 14 abad yang lalu, baginda menyatakan:


«يُوشِكُ الأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا، فَقَالَ قَائِلٌ وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ، قَالَ بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ وَلَيَنْزَعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمْ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِي قُلُوبِكُمْ الْوَهْنَ، فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْوَهْنُ قَالَ حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ»


“Nyaris saja umat-umat itu mengerumuni kalian sebagaimana mereka mengerumi makanan di atas nampan. Ada yang bertanya, ‘Apakah karena jumlah kita yang saat itu memang sedikit?’ Baginda Nabi menjawab, ‘Tidak. Justru kalian ketika itu jumlahnya banyak, tetapi kalian ibaratnya seperti buih yang diombang-ambingkan gelombang. Allah benar-benar akan mencabut dari dada-dada musuh kalian perasaan segan terhadap diri kalian. Sementara Allah benar-benar akan tanamkan ke dalam benak kalian penyakit wahn.’ Ada yang bertanya, ‘Apakah penyakit wahn itu, wahai Rasulullah?’ Baginda menjawab, ‘Mencintai dunia, dan takut akan kematian.’” (H.r. Ahmad dan at-Tirmidzi)


Penyakit wahn inilah yang menjangkiti umat Islam, sehingga mereka kehilangan haibah (wibawa), sebaliknya mereka justru menjadi penakut dan pengecut. Bandingkan dengan sikap generasi emas terdahulu, sebagaimana yang ditunjukkan oleh sikap Khalid bin Walid terhadap Hurmuz:


«أَمَّا بَعْدُ، أَسْلِمْ تَسْلَمْ، وَأَعْقِدُ لِنَفْسِكَ وَلِقَوْمِكَ الذَِّمَّةَ، وَأُقَرِّرُ بِالْجِزْيَةِ، وَإِلاَّ فَلاَ تَلُوْمَنَّ إِلاَّ نَفْسَكَ، فَقَدْ جِئْتُكَ بِقَوْمٍ يُحِبُّوْنَ الْمَوْتَ كَماَ تُحِبُّوْنَ الْحَيَاةَ»


“Amma ba’du, masuk Islamlah kamu, maka kamu pun akan selamat. Aku telah mengikatkan jaminan untuk dirimu dan kaummu. Aku juga telah menetapkan jizyah. Jika kamu tidak mau, maka jangan sekali-kali menyesal, kecuali meratapi dirimu sendiri. Aku sungguh telah membawa kepadamu suatu kaum yang lebih mencintai kematian, sebagaimana kalian mencintai kehidupan.”


Allahu Akbar, itulah rahasia kekuatan dan haibah (wibawa) pasukan Khalid bin Walid, generasi emas yang pernah dilahirkan oleh baginda Rasulullah saw. Inti dari kekuatan mereka adalah kesediaan mereka untuk berkorban. Mengorbankan apa saja yang mereka miliki; harta, keluarga, bahkan jiwa dan raga mereka. Dengan pengorbanan itulah mereka begitu menikmati kematian, sebagaimana orang-orang Kafir menikmati kehidupan. Tidak ada rasa takut dan gentar sedikit pun.

Mengapa kematian itu begitu mereka rindukan? Karena, di sanalah mereka mendapatkan kebaikan di sisi Rabb-nya, jannah an-na’im (surga dengan segala kenikmatannya). Pandangan mereka nun jauh ke akhirat; pada surga dengan segala kenikmatannya, dan neraka dengan segala adzab dan siksanya, itulah yang menghidupkan hati mereka, yang membentuk ketakwaan dan ketaatan mereka kepada Allah SWT.


Allahu Akbar 3x wa Lillahil hamd

Kaum Muslim rahimakumullah:

Kisah Nabi Ibrahim dan putranya, Ismail —’alaihima as-salam— dihadirkan oleh Allah kepada kita untuk menjadi ibrah, bagaimana ketataan seorang Ibrahim dan Ismail kepada Tuhannya; yang membuat mereka dengan suka-rela mengorbankan milik mereka yang paling berharga. Ibrahim bersedia menyembelih putranya, sementara Ismail dengan rela, tanpa keberatan sedikit pun, bersedia disembelih oleh ayahandanya tercinta. Ini semua, dilakukan demi membuktikan ketaatan mereka kepada Tuhannya.

Apakah fragmen seperti ini hanya ada di dalam kisah-kisah al-Quran? Ataukah pernah ada dalam kehidupan nyata umat Islam? Ternyata, fragmen seperti itu juga telah ditunjukkan dalam kehidupan nyata umat terbaik ini. Adalah Muhaishah, sahabat Rasulullah saw. yang mengikuti perintah baginda untuk membunuh seorang Yahudi dalam sebuah peperangan. Yahudi yang dibunuhnya itu tak lain adalah pedagang yang biasa memberi pakaian kepadanya. Kakak Muhaishah, yang belum memeluk Islam, yaitu Huwaishah marah kepada Muhaishah, adiknya, seraya memukul dan menghardiknya, ”Apakah kamu membunuhnya? Demi Allah, makanan di dalam perutmu itu berasal dari hartanya.” Muhaishah pun menjawab, ”Demi Allah, sekiranya orang yang memerintahkan aku untuk membunuhnya, memerintahkan aku untuk membunuhmu, pasti aku akan penggal lehermu.” Huwaishah bertanya lagi dengan nada heran, ”Demi Allah, kalau Muhammad memerintahkan kamu membunuhku, kamu akan membunuhku?” Muhaishah menjawab dengan tegas, ”Benar.” Padahal, mereka adalah kakak-beradik. Allahu Akbar. Inilah manifestasi ketaatan yang mereka tunjukkan. Inilah ketaatan generasi emas para sahabat Rasulullah saw.


Allahu Akbar 3x wa Lillahil hamd

Kaum Muslim rahimakumullah:

Jika pada yaum Nahr (hari berkurban) ini, menyembelih hewan kurban di tanah suci bagi jamaah haji, pahalanya oleh Allah dihitung sebanyak tiap helai bulunya, maka bagaimana dengan pengorbanan total yang kita berikan kepada Allah sebagai manifestasi dari ketaatan kita dalam perjuangan untuk mengembalikan kehidupan Islam?

Jika hari ini, jamaah haji yang tengah mengenakan pakaian ihram harus rela menahan sengatan panas matahari, sejak di Arafah, Muzdalifah sampai ke Mina, dengan keringat dan bau badan yang mengalir dari tubuh mereka, dan terhadap semuanya itu mereka dilarang untuk menutup kepala dan memakai wangi-wangian, karena kelak Allah akan membangkitkan mereka sebagai orang yang memenuhi panggilan-Nya (mulabbiyah). Jika karena ketaatannya, jamaah haji mendapatkan kemuliaan yang luar biasa, maka bagaimana dengan para pengemban dakwah, yang menghabiskan waktunya untuk berdakwah, berjalan di bawah terik matahari, siang-malam hidupnya untuk melakukan kontak dakwah, hari-harinya dihabiskan di perjalanan, hartanya pun habis dibelanjakan di jalan Allah, tentu mereka akan mendapatkan kemuliaan yang jauh luar biasa. Karena mereka bukan hanya menjalankan ketaatan untuk diri mereka sendiri, sebagaimana jamaah haji, tetapi ketaatan yang juga bisa ditebarkan kepada orang lain. Itulah kehidupan para pengemban dakwah. Pantaslah, jika karena jerih payahnya itu, apa yang mereka lakukan dinyatakan oleh Nabi lebih baik daripada terbitnya matahari dan bulan. Allahu Akbar 3x.

Inilah buah dari pengorbanan yang lahir dari ketaatan, ketakwaan dan pandangan jauh ke akhirat itu. Orang-orang yang taat ketika dipanggil oleh Allah, Rabb mereka, mereka pun menjawab:


«لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ لَبَّيْكَ لا شَرِيكَ لَكَ لَبَّيْكَ»


”Hamba datang memenuhi panggilan-Mu. Ya Allah, hamba datang memenuhi panggilan-Mu. Hamba datang memenuhi panggilan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu.”


Bagi mereka, tidak ada kata lain, kecuali: Sami’na wa atha’na; kami dengar, dan kami taat. Mereka tidak lagi memilih-milih, karena tidak lagi ada pilihan bagi mereka di hadapan perintah dan larangan Allah, kecuali patuh. Allah berfirman:


وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْراً أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَن يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالاً مُّبِيناً ﴿٣٦﴾

”Dan tidaklah layak bagi orang Mukmin laki-laki maupun bagi orang Mukmin perempuan, jika Allah dan rasul-Nyat telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) dalam urusan mereka. Barangsiapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya, maka sungguhlah dia telah sesat, dengan kesesatan yang nyata.” (Q.s. al-Ahzab [33]: 36)


Allahu Akbar 3x wa Lillahil hamd

Kaum Muslim rahimakumullah:

Marilah kita jujur, apakah sikap kita sudah seperti itu? Apakah kita telah memiliki ketaatan total kepada Allah dan Rasul-Nya? Sudahkah kita mentaati Allah SWT dan Rasul-Nya dalam setiap perintah dan larangan-Nya?

Ketika Allah memerintahkan kita shalat, kita segera melaksanakannya. Ketika memerintahkan kita berpuasa, kita juga segera melaksanakannya. Ketika kita dilarang memakan Babi, kita pun segera meninggalkannya. Lalu, mengapa ketika Allah memerintahkan kita untuk menerapkan hukum-hukum-Nya, kita abai? Mengapa ketika Allah memerintahkan kita melaksanakan sistem ekonomi berdasarkan hukum-hukum-Nya, kita tidak menunaikannya? Begitu pun ketika Allah memerintahkan kita melaksanakan sistem pemerintahan berdasarkan hukum-hukum-Nya, kita tidak melaksanakannya? Bukankah kita tahu, bahwa hanya dengan hukum-hukum-Nya kehidupan kita akan menjadi lebih baik, dan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat? Bukankah kita juga tahu, bahwa tanpa sistem pemerintahan Islam yang mampu mempersatukan umat, yakni Khilafah Islamiyah, umat ini menjadi lemah dan hina? Mereka tidak berdaya membela kehormatan mereka.

Mengapa dan mengapa, seruan-seruan Allah itu tidak segera dilaksanakan? Di manakah keataan total kita kepada Allah SWT, yang menciptakan kita, dan yang menghidupkan dan mematikan kita? Layak kah dengan sikap seperti itu kita mendambakan kemuliaan dan kehormatan. Layak kah dengan sikap seperti itu, kita menjadi umat yang disegani oleh kawan dan lawan? Bukankah dengan sikap seperti itu, kita justru telah menghinakan diri kita sendiri.

Lihatlah, kondisi politik, ekonomi, militer, sosial, budaya dan semua bidang kehidupan umat Islam saat ini. Semuanya dalam kondisi yang terpuruk. Kehidupan mereka dikuasai, dikontrol, disetir dan dijajah oleh musuh-musuh mereka. Kita hanya jadi pengekor yang tunduk dan patuh kepada orang-orang Kafir penjajah. Lihatlah, berapa ratus triliun rupiah telah dihabiskan untuk melaksanakan sistem demokrasi, yang nyatanya tidak membawa kebaikan bagi kehidupan mereka. Lihatlah ide-ide HAM, liberalisme, sekularisme, kapitalisme, dan segala isme-isme yang lain, yang jelas bertentangan dengan Islam, justru diterapkan oleh umat ini, karena mengekor orang-orang Kafir penjajah? Kita rela tunduk dan patuh kepada musuh Allah, Rasul-Nya dan orang Mukmin, sebaliknya rela mengkhianati Allah SWT dan Rasul-Nya. Jadilah kita umat yang hina. Terpuruk dalam kenistaan, kemiskinan, dan kebodohan. Jadilah kita korban keserakahan mereka hingga nyawa pun tidak ada harganya. Nyawa umat Islam begitu murah. Justru ketika Nabi telah menitahkan dalam Haji Wada’:


«فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ بَيْنَكُمْ حَرَامٌ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي شَهْرِكُمْ هَذَا فِي بَلَدِكُمْ»


”Sesungguhnya darah kalian, harta dan kehormatan kalian adalah merupakan kemuliaan bagi kalian, sebagaimana kemuliaan hari ini, di bulan ini dan di negeri ini.”


Tapi, lihatlah apa yang terjadi di Palestina, Irak, Afghanistan, Kashmir, Moro, Pattani dan tempat lainnya menjadi bukti. Yang lebih menyedihkan lagi adalah kita masih tetap bergelimang dalam murka-Nya, karena dosa-dosa kita. Inilah kondisi terburuk umat Islam sepanjang sejarah.


Allahu Akbar 3x wa lillahil hamd

Kaum Muslim rahimakumullah,

Marilah kita tengok kondisi kaum Muslim di dalam negeri. Di negeri yang mayoritas penduduknya Muslim ini, hanya tersisa banyaknya jumlah saja. Bagaimana mungkin kita bangga sebagai Muslim kalau melarang dan membubarkan Ahmadiyah yang jelas sesat dan kafir saja tidak bisa? Apa yang tersisa dari identitas Islam kita, kalau melarang pornografi dan pornoaksi saja tidak bisa? Orang menikah dengan cara yang sah diteriaki, dihujat dan dikriminalkan; sementara orang yang berzina dan kumpul kebo dibiarkan. Ketika anak gadis kecil menikah, dipersoalkan karena dianggap mengambil haknya sebagai anak, tetapi ketika seorang perempuan rela hidup serumah tanpa tali pernikahan, tidak pernah dikatakan dilanggar hak keperempuan, hak keisterian dan hak pernikahannya. Inilah paradok perjuangan para pejuang HAM dan aktivis feminis. Belum lagi problem kemaksiatan lain, seperti korupsi, pembunuhan tanpa hak, perjudian, narkoba, suap, pemurtadan, praktik ekonomi ribawi, politik oportunistik yang tumbuh sebagai kejahatan sistemik. Maksiat yang terbesar adalah ditinggalkannya syariah Islam sekaligus diterapkannya hukum Kufur hingga menjadikan semua kaum Muslim di negeri ini telah maksiat berjamaah. Seolah kita pun tidak takut lagi, bahwa fitnah itu akan menyapu bersih siapa pun yang hidup di negeri penuh maksiat ini, tanpa kecuali, sebagaimana yang diingatkan oleh Allah:


وَاتَّقُواْ فِتْنَةً لاَّ تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُواْ مِنكُمْ خَآصَّةً وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ ﴿٢٥﴾


”Takutlah kalian terhadap fitnah yang sekali-kali tidak hanya akan menimpa orang yang zalim di antara kalian saja. Ketahuilah, sesungguhnya Allah Maha Keras siksa-Nya.” (Q.s. al-Anfal [08]: 25)


Allahu Akbar 3x walillahil hamd.

Kaum Muslim rahimakumullah.

Kita telah menyaksikan semuanya itu dengan mata kepala kita. Belum cukupkah semua keburukan dan kehinaan ini mendera kita? Masihkah kita berharap pada keburukan dan kehinaan lain yang lebih buruk lagi? Padahal Allah telah menjadikan kita umat paling mulia. Lalu di manakah kemuliaan kita sekarang?

Tidak ada lagi solusi bagi semua kehinaan dan kesengsaran kita itu, kecuali dengan kembali kepada Islam, dengan menerapkan Islam secara kaaffah. Itulah yang menjadi penentu kemuliaan kita, sebagiamana dahulu Rasulullah saw. dan para sahabatnya —radhiyallahu ’anhum— telah meraihnya. Demikian pula khulafaur rasyidin, dan generasi-generasi setelahnya.

Wahai kaum Muslim, kini Allah memanggil kita, menuntut ketaatan total kita kepada-Nya. Ketaatan itu menuntut kita untuk berkorban; mengorbankan apa saja yang kita miliki demi menggapai ridha-Nya. Hanya dengan pengorbanan demi ketaatan itulah, kita akan meraih kembali kemuliaan hidup kita, baik di dunia maupun di akhirat. Dan, itu semua, wahai kaum Muslim, hanya bisa diwujudkan jika hidup kita diatur dengan syariah-Nya di bawah naungan Khilafah Rasyidah ’ala Minhaj an-Nubuwwah.

Inilah saatnya kita berkorban. Tampil ke depan membawa panji-panji Islam. Berjuang dengan segenap daya dan kemampuan menyonsong kemengan yang dijanjikan oleh Allah dan Rasul-Nya. Hari ini kita diperintahkan berkurban, yang semestinya menjadi ibrah, dalam memberikan pengorbanan klita yang lain. Tidak hanya berhenti pada penyembelihan kambing, sapi, atau unta. Namun pengorbanan harta, waktu, jiwa dan raga kita demi tegaknya agama Allah di muka bumi. Ingatlah, wahai kaum Muslim, bahwa untuk itulah Nabi bersumpah tidak akan pernah mundur walau selangkan, sampai Islam menang atau baginda saw. binasa:


«وَاَللّهِ لَوْ وَضَعُوا الشّمْسَ فِي يَمِينِي، وَالْقَمَرَ فِي يَسَارِي عَلَى أَنْ أَتْرُكَ هَذَا الأَمْرَ حَتّى يُظْهِرَهُ اللّهُ أَوْ أَهْلِكَ فِيهِ مَا تَرَكْتُهُ».


”Demi Allah, andai saja mereka bisa meletakkan matahari di tangan kananku, dan bulan di tangan kiriku, (lalu mereka minta) agar aku meninggalkan urusan (agama) ini, maka demi Allah, sampai urusan (agama) itu dimenangkan oleh Allah, atau aku binasa di jalannya, aku tetap tidak akan meninggalkannya.” (Hr. Ibn Hisyam)


Karena itu pula, Rasulullah saw. tidak sekadar menyampaikan risalah, tetapi juga menerapkan risalah itu dalam kehidupan nyata, sehingga baginda dinobatkan sebagai Kepala Negara Islam pertama. Negara yang baginda wariskan itulah yang disebut sebagai Khilafah, dan kepala negaranya, disebut dengan Khulafa’ (jamak dari Khalifah). Namun sayang, negara itu kini telah tiada, setelah dihancurkan oleh kaum Kafir penjajah, Inggris dan sekutunya, bekerjasama dengan Kamal Attaturk, la’natu-Llah wa al-malaikah wa ar-Rasul wa an-nas ajma’in.

Padahal, dengan Khilafah itulah kaum Muslim pernah hidup mulia. Dunia pun aman, damai, dan sejahtera di bawah naungannya selama puluhan abad. Kini, setelah Khilafah tidak ada dan dunia tengah menghadapi krisis global, Khilafah pun menjadi kebutuhan mendesak bagi seluruh umat manusia. Karenanya, Khilafah bukan saja cita-cita perjuangan kaum Muslim, tetapi juga seluruh umat manusia. Di saat kapitalisme sudah berada di ujung tanduk, maka kembalinya Khilafah sudah di depan mata. Sekarang tinggal kita; apakah kita akan menjadi pejuang atau pecundang? Menjadi pejuang, atau sekadar menjadi penonton? Sesungguhnya, penerapan syariah dalam naungan Khilafah, merupakan kewajiban setiap Muslim, sekaligus merupakan wujud mengurbanan hakiki kita dalam meraih kemuliaan dan keridloan Allah SWT.

Akhirnya, marilah kita berdoa semoga Allah SWT memberi kita kesabaran dan kekompakan, serta memungkinkan kita berperan penting dalam upaya menegakkan dan memperjuangkan negara Khilafah.




اَللّهُمَّ صَلِّى وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَ اَصْحَابِهِ والحمد لله رب العالمين.

اللّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانَا صِغَارًا، أَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ ،

اَللّهُمَّ يَا مُنْـزِلَ الْكِتَابِ وَمُجْرِيَ الْحِساَبِ وَمُحْزِمَ اْلأَحْزَابِ اِهْزِمِ اْليَهُوْدَ وَاَعْوَانَهُمْ والَصَلِّيْبِيِّيْنَ الظَّالِمِيْنَ وَاَنْصَارَهُمْ وَالرَّأْسُمَالِيِّيْنَ وَاِخْوَانَهُمْ وَ اْلإِشْتِرَاكَيِّيْنَ وَالشُيُوْعِيِّيْنَ وَاَشْيَاعَهُمْ وَنَسْأَلُكَ اللَّهُمَّ تَحْرِيْرَ بِلاَدِ فَلَسْطِيْنِ وَاْلأَقْصَى، وَالْعِرَاقِ، وَالشَّيْشَانَ، وَأَفْغَانِسْتَانَ، وَسَائِرِ بِلاَدِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ نُفُوْذِ الْكُفَّارِ الْغَاصِبِيْنَ وَالْمُسْتَعْمِرِيْنَ.

اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَ التُّقَى وَ الْعَفَافَ وَالْغِنَى نَاتِجَةً مِنْ صِيَامِنَا وَ اجْعَلْهُ شَافِعًا لَنَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ.

اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ دَوْلَةَ الْخِلاَفَةِ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ تُعِزُّ بِهَا اْلإِسْلاَمَ وَاَهْلَهُ وَتُذِلُّ بِهَا الْكُفْرَ وَاَهْلَهُ، وَ اجْعَلْناَ مِنَ الْعَامِلِيْنَ الْمُخْلِصِيْنَ بِإِقَامَتِهَا بِإِذْنِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.

اَللَّهُمَّ أنْجِزْ لَنَا مَا وَعَدَنَا عَلَى رَسُوْلِكَ مِنْ عَوْدَةِ الْخِلاَفَةِ الرَّاشِدَةِ عَلَى مِنْهَاجِ نَبِيِّكَ، وَاجْعَلْنَا، وَذُرِيَّاتِنَا مِمَّنْ أَقَامَهَا بِأَيْدِيْنَا..

رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَاِنْ لَمْ تَغْفِرْلَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّا مِنَ الْخَاسِرِيْنَ، اَللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنَّا دُعَائَنَا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ وَتُبْ عَلَيْنَا اِنَّكَ اَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ.

رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا اِنْ نَّسِيْنَآ أَوْ اَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَآ اِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْلَنَا وَارْحَمْنَا اَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَاِفِرِيْنَ

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ، وَسُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.


اللهُ أَكْبَرْ اللهُ أَكْبَرْ اللهُ أَكْبَرْ وَللهِ الْحَمْدُ

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Adam Malik Agen CIA ? Mungkin Saja

Urusan dengan CIA memang selalu menimbulkan kontroversi. Kali ini Adam Malik, mantan wakil presiden Indonesia dituding agen CIA. Adalah buku Tim Weiner yang berjudul Kegagalan CIA: Spionase Amerika Sebuah Negara Adi Daya, yang mengungkap bahwa Adam Malik agen CIA. Buku yang judul aslinya Legacy of Ashes ini mengutip perkataan Clyde Mc Avoy, pejabat tinggi CIA yang menyatakan telah merekrut Adam Malik sebagai agen dan mengontrolnya. Lewat Adam Malik ini pula konon CIA mengucurkan dana 10 ribu US dollar untuk membiayai aksi pembasmian Gestapu. 



Tim Weiner sendiri bukan penulis amatiran. Disampin berpengalaman menjadi wartawan The New York Times, Weiner mengatakan telah melakukan investigasi dalam waktu yang lama. Menurutnya buku ini bersifat on the record, tidak ada sumber tanpa nama, kutipan tanpa identitas pembicara atau gossip. Weiner juga dikenal penulis handal yang pernah mendapat penghargaan. 

Keluarga Adam Malik segera mengecam tudingan ini. Pakar sejarah Asvi Warman mengatakan hal itu sebagai fitnah. Tidak jauh berbeda, Jusuf Kalla yakin tidak mungkin Adam Malik seorang agen CIA. Menurutnya profesi Adam Malik sebagai wartawan yang memiliki kenalan yang luas memungkinkan dia untuk kontak dengan siapa saja. 

Tentu saja sulit untuk membuktikan Adam Malik benar-benar seorang agen. Namun, bukan berarti hal itu menutup kemungkinan Adam Malik adalah memang benar-benar agen. Sebab tidak bisa dipungkiri Adam Malik adalah pemain politik utama saat itu. Sementara Amerika Serikat jelas punya kepentingan untuk merekrut agen-agennya. Apalagi AS saat itu adalah era perang dingin. Negara adi daya ini yang saling berebut kekuasaan untuk mendominasi dunia dengan Soviet yang berideologi Komunisme. Negara Paman Sam ini juga saat itu berusaha menghentikan pengaruh Inggris sebagai negara penjajah lama diseluruh pelosok dunia. 

Mendudukan para agen pada jabatan dan profesi strategis menjadi sangat penting . Seperti jabatan politik kepala negara, menteri, pemimpin militer atau kepolisian. Termasuk profesi wartawan yang pernah digeluti oleh Adam Malik. Keterlibatan pemerintah AS, dengan memanfaatkan wartawan sebagai agen intelijen mereka, sudah terjadi sejak Perang Dingin. Seperti yang ditulis surat kabar New York Times, “Sejak berakhirnya Perang Dunia II, lebih dari 30 atau bahkan 100 wartawan Amerika dari sejumlah organisasi berita dilibatkan sebagai pekerja operasi intelijen yang dibayar sementara menjalankan tugas-tugas reportasenya. Jadi siapapun tidak tertutup kemungkinan menjadi agen, termasuk Adam Malik . 

Bahwa terdapat politisi termasuk kepala pemerintahan yang menjadi kaki tangan asing juga bukan barang baru. Berdirinya negara kerajaan Saudi Arabia misalnya tidak lepas dari campur tangan asing. Pada tahun 1902, Abdul Aziz menyerang dan merebut kota Riyadh dengan membunuh walinya (Gubernur Khilafah ar-Rasyid). Pasukan Aziz terus melakukan penaklukan dan membunuh pendukung Khilafah Utsmaniyah dengan bantuan Inggris. 

Salah satu sahabat dekat Abdul Aziz Abdurrahman adalah Harry St. John Pilby, yang merupakan agen Inggris. Philby menjuluki Abdul Aziz bin Abdurrahman sebagai “Seorang Arab yang Beruntung”, sementara Abdul Aziz menjulukinya dengan “Bintang Baru dalam Cakrawala Arab”. Philby adalah orang Inggris yang ahli Arab yang telah lama menjalin hubungan baik dengan Keluarga Sa‘ud sejak misi pertamanya ke Nejed pada tahun 1917. Pada tahun 1926, Philby tinggal di Jeddah. Dikabarkan kemudian, Philby masuk Islam dan menjadi anggota dewan penasihat pribadi Raja pada tahun 1930. 

Kerjasama Dinasti Sa‘ud dengan Inggris tampak dalam perjanjian umum Inggris-Arab Saudi yang ditandatangani di Jeddah (20 Mei 1927). Perjanjian itu, yang dirundingkan oleh Clayton, mempertegas pengakuan Inggris atas ‘kemerdekaan lengkap dan mutlak’ Ibnu Sa‘ud, hubungan non-agresi dan bersahabat, pengakuan Ibnu Sa‘ud atas kedudukan Inggris di Bahrain dan di keemiran Teluk, serta kerjasama dalam menghentikan perdagangan budak (Lihat: Goerge Lenczowsky, Timur Tengah di Tengah Kencah Dunia, hlm. 351). Dengan perlindungan Inggris ini, Abdul Aziz (yang dikenal dengan Ibnu Sa‘ud) merasa aman dari berbagai rongrongan. 

Bisa disebut hampir semua penguasa negeri ketiga tidak bisa dilepaskan dari pengaruh asing dari dulu hingga kini. Sekarang terdapat Musharaf yang jelas-jelas agen AS yang kemudian digulingkan , atau pemerintah boneka Irak dan rezim Karzay di Afghanistan. Termasuk rezim Mahmud Abbas di Palestina, bukan mustahil pula termasuk penguasa Indonesia. 

Untuk membuktikan bahwa mereka agen CIA jelas tidak gampang. Disamping hal tersebut tidaklah begitu penting. Yang lebih penting adalah mengetahui siapa yang menjadi kaki tangan asing. Dan hal itu bisa dilihat dari indikasinya. Siapapun termasuk penguasa bisa dikatakan sebagai kaki tangan asing dengan melihat dukungan mereka terhadap kebijakan-kebijakan negara penjajah kapitalis. Siapapun yang melakukan itu pantas dicap sebagai kaki tangan negara penjajah dan pengkhianat. 

Mereka adalah penguasa yang tega membunuh rakyat sendiri atas nama perang melawan terorisme ala AS seperti yang dilakukan penguasa Pakistan. Mereka yang mengikuti seluruh instruksi IMF dan Bank Dunia meskipun harus memiskinkan rakyatnya sendiri. Membuat undang-undang yang lebih memihak kepada kepentingan negara penjajah atau perusahaan asing. Kalau Adam Malik dituding agen CIA karena menerima bantuan dana 10 ribu dollar . Hal sama harus kita pertanyakan pada penguasa yang menerima dana asing berupa utang luar negeri yang justru dijadikan alat untuk mendikte bangsa sendiri. Dan jumlahnya tentu lebih besar dari 10 ribu dollar. 

Termasuk penguasa yang memberikan jalan bagi asing untuk memecah belah Indonesia atas nama demokrasi dan kebebasan pendapat. Terdapat pula LSM komprador yang menerima dana luar negeri untuk memerangi upaya penegakan syariah Islam karena khawatir syariah Islam akan menghentikan penjajahan Tuan Kapitalisme mereka . Kita harus berani mengatakan mereka adalah kaki tangan asing dan pengkhianat. Sikap kita juga harus tegas mengecam dan menolak mereka. Karena mereka adalah pengkhianat ! (Farid Wadjdi)

Limongan

Bagian ini akan berisi berbagai berita dan laporan KHUSUSNYA, yang langsung datang dari pulau Sapekkan & sekitarnya. Pengelola blog ini masih mencari informan atau semacam sukarelawan berita yang akan mengirimkan berita terbaru dari Kepulauan ke DUNIA MAYA ini, 
Anda pun bisa menulis disini, asal membawa kabar terbaru dari Kampung Halaman. Misalnya sehabis liburan dan lain sebagainya.
Tujuannya agar kita yang lagi merantau ini, bisa melepas rindu (LIMONGAN) dengan membaca kabar dan info ini. bagaimana, Anda setuju ?
Jadi, bagi yang habis pulang kampung, ayo nulis dong, biar kita juga tahu, nia ai ma sapekkan ellau itu, OK.....

gai minan nia kabar,
kirim tulisan Anda ke : ilman.media@gmail.com
Tarime Kasih

Gagasan

Adanya gagasan dan harapan untuk meraih serta merealisasikan gagasan itu akan membuat manusia bangkit dan merasakan hidup lebih hidup, iya kan ?? klik pada judul di bawah ini :

Ayo Buat Blog...

Ayo Berkarya ...




MERDEKA ITU 20 % ANGGARAN PENDIDIKAN

Oleh : Minhadzul Abidin

Dalam Pidato kenegaraan tentang Nota Keuangan dan Rancangan APBN tahun 2009. ada yang menarik dan ditunggu oleh seluruh bangsa indonesia yaitu rencana pemerintah akan mengabulkan 20% anggaran pendidikan sesuai dengan amanat konstitusi yang dipertegas oleh putusan Mahkamah konstitusi tahun 2007. Dalam pidato tanggal 15 Agustus 2008 didepan Anggota DPR RI Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akhirnya memutuskan Rancangan anggaran pendidikan 20 % yang sebelumnya 15,4 persen dari total APBN atau yang dulunya 154,2 triliun menjadi 224,2 triliun sungguh merupakan angin segar ditengah bobroknya sistem pendidikan di indonesia.

Pendidikan Indonesia seperti kapal besar yang mengalami korosi dan mengaram. Makin lama makin tenggelam. Terombang-ambing di tengah ombak, tanpa arah dan tujuan jelas. Meminjam terminologi Clifford Geertz, sedang mengalami involusi. Manusia-manusia yang bergulat dalam dunia pendidikan bukan makin tumbuh cerdas, berwawasan luas, berdedikasi, kreatif, jujur dan adil, atau beretos kerja meski fasilitas fisiknya tidak pernah bertambah .

Ironis memang setiap momen PEMILU,PILKADA jargon sekolah atau pendidikan gratis menjadi sulaman kepalsuan, para pembesar-pembesar kita tidak menyadari yang menentukan kesejahteraan masyarakat adalah pendidikan baik kesejahteraan dalam tatanan kehidupan atau tatanan moralitas. Sehingga pembangunan sebagai kewajiban pemerintah akan mudah direalisasikan, karena akan terciptta masyarakat mandiri dan memilki tingkat pendapatan yang tinggi sehingga kemajuan ekonomi tidak bisa terelakkan lagi.

Menurut Adam Smith Bapak Ekonomi dunia bahwa sutau negara dikatakan makmur adalah tersedianya lapangan kerja, dan tentunya menurut David Rricardo pekerjaan yang sesuai dengan bidangnya division of labour senada dengan itu Keynes tokoh ekonomi modern lapangan kerja yang ideal adalah berprinsip pada profesionalitas dan proporsional. Bagaimana indonesia akan mencetak tenaga kerja profesioanal sedangkan sistem pendidikan untuk mencetak tenaga kerja terdidik dan ahli (skill) jauh panggang dari api, mulai saatnyalah konteks ekonomi indonesia labour interest bukan capital interest, kalau labour interest otomatis peningkatan kualitas pendidikan akan menjadi prioritas utama

Orang miskin dilarang sekolah itulah gambaran pendidikan di negeri ini, munculnya sekolah-sekolah unggulan, nama besar dan fasilitas yang dimiliki di sekolah unggulan tersebut menjadi ajang untuk komersialisasi pendidikan, begitu juga dengan kampus yang akan melahirkan generasi perubahan yang cenderung kepada kebenaran keadilan (hanif) dan mempunyai TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI (akademik, penelitian, pengabdian) menjadi ajang etalase komersial dikampusnya tidak bisa berbuat apa-apa bahkan terkesan menikmati naiknya biaya pendidikan karena karena terjebak dan menikmati fasilitas (non-akademis) infrastruktur kampus yang bak mall-mall dikawasan elite jauh dari kampus yang sederhana dan merakyat tapi memilki kualitas pendidikan yang nomor wahid . daya kritisme mahasiswa sebagai corong aspirasi rakyat terbungkam melebihi situasi pada zaman orde baru dimana diterapkannya NKK (Normalisasi Kegiatan Kampus) atau BKK (badan boordianasi Kampus) untuk menyiutkan nyali perjuangan mahasiswa pada saat itu. Apalagi setelah dikeluarkanya keputusan kampus-kampus negeri yang mempunyai nama besar menjadi BHMN (badan hukum milik negara) sehingga komersialisasi tidak bisas dielakkan lagi.

Menurut Human Development Index UNDP (United Nation Development Program) pada tahun 2007-2008 Indonesia berada di Peringkat 107 di dunia, berarti ini menjadikan gambaran lemahnya tingkat kemajuan masyarakat indonesia dibandingkan negara tetangga, salah satu contoh banyaknya TKI (Tenaga Kerja Indonesia) dan TKW (Tenaga Kerja Wanita) dibantai dibeberapa negara, karena tingkat pendidikan mereka minim yang hanya mampu bekerja sebagai Pembantu rumah tangga. Dideportasi, dibunuh, ditangkap,disiksa selalu menggelayuti perjalanan TKI/TKW Indonesia.

Disaat negara tetangga sudah bisa berbicara banyak didunia global kita masih sibuk dengan urusan sistem pendidkan di Indonesia yang carut marut terutama Pemegang kebijakan masalah pendidkan yaitu Departemen Pndidikan Nasional (DEPDIKNAS) yang menurut ICW (Indonesia Corruption watch) menduduki peringkat ke dua Departemen terkorup di Indonesia, senada dengan itu dana BOS (bantun operasional Sekolah) yang intinyauntuk biaya sekolah murah ternyata dimanipulasi oleh pihak-pihak tertentu, gedung-gedung sekolah yang ambruk dan tidak laik sebagai tempat belajar mengajar, gaji-gaji guru ( guru yang jujur) tidak layak Seorang tamatan Guru Sekolah Dasar (PGSD) dengan golongan II B, pada awal masa kerjanya mendapat gaji Rp 782.000 per bulan. Jumlah itu lebih rendah dibanding upah pekerja atau buruh bangunan yang bisa mencapai Rp 50.000 per hari. Seorang guru yang masa kerjanya sampai 33 tahun, gaji pokoknya hanya Rp 1 juta per bulan, dengan kenaikan gaji berkala per dua tahun berkisar antara Rp 17.000 hingga Rp 24.000. Kenaikan itu hanya berkisar Rp 700 per bulan.sekarang sesuai dengan RAPBN 2009 para guru yang merupakan pahlawan tanpa tanda jasa tersebut patut bersyukur karena Pemerintah akan menaikkan gaji terendah guru (IIB) menjadi Rp. 2.000.000

setelah ditetapkannya APBN 2009 seharusnya Pemerintah dalam hal ini DEPDIKNAS sudah menetapkan alokasi-alokasi strategis yang dianggap menguntungkan hajat hidup orang banyak dan memaksimalkannya dan memangkas program yang tidak konkrit dan tidak berpikir jangka panjang. Kebanggan terbesar kepada pelajar-pelajar berprestasi ditingkat dunia langkah awal untuk menjadikan indonesia bermartabat dan berdaulat ditangan potensi putra-putri bangsa yang kompetitif itulah yang harus dikembangkan dan menjadikan virus untuk ditularkan kepada Putra-Putri bangsa lainnya

PENDIDIKAN DI KEPULAUAN

Selalu saja kepulauan Sapeken pasti kena imbas dari bobroknya sistem pendidikan skala makro, tetapi pendidikan di Kepulauan harus meretas orientasi pendidikan anak pulau yang sampai sekarang tidak pernah berubah, guru guru tidak amanah, Pungutan Liar, kurikulum dan sistem pengajaran basi dan usang, Reorientasi pendidikan di kepulauan sapeken kuhususnya adalah sebuah keniscayaan , terutama memberantas penyakit-penyakit akut pendidikan di kepulauan dan mulai saatnya pelajar-pelajar sapeken diarahkan untuk ikut olimpiade tingkat dunia, tentunya perlu proses dan kerja keras seluruh masyarakat kepulauan……tenang saja ANGGARAN PENDIDIKAN 20% lho!!

Referensi
Kelana. Meneyelamatkan Pendidikan indonesia. Kompas, 24 September 2004
Tempo Interaktif.com

Sapeken Sejahtera Sapeken Kropos


(ditinjau dari konsep welfare state)
Oleh : Minhadzul Abidin
(Ketua PP HIMAS/ Peneliti di Syari’ah Economic Watch & LP3EI UIN Jakarta)

WEALTH OR WELFARE

Kemakmuran (wealth) sudah lama diungkapkan oleh Adam smith pelopor ekonomi kapitalis yang mengeluarkan buku the wealth of nation tahun 1776 yang menyatakan negara dikatakan makmur jika semua permasalahan ekonomi diserahkan kepada mekanisme pasar, tidak ada campur pemerintah, dan yang menentukan mekanisme pasar itu adalah modal (capital) dan penggunaan sumber-sumber produksi, senada dengan itu David Ricardo yang terkenal dengan teori Divison of labour menyatakan kemakmuran suatu negara ditentukan oleh tingginya produktivitas kerja dengan tingkat angkatan kerja yang semakin produktif maksudnya negara dikatakan makmur jika suatu negara menekan angka pengagguran yang secara otomotis membuka lapapangan kerja dengan mendorong sektor usaha dalam skala besar, sehingga dalam ekonomi kapitalis muncul istilah tricle down effect, yaitu sistem subsidi silang dimana pemerintah harus mendorong skala usaha besar, sehingga keuntungan dari skala usaha besar(pemilik modal) bisa menetes ke masyarakat miskin dengan terbukanya lapangan kerja dsb. Teori yang diungkapkan oleh pemikir kapitalisme ini menemukan banyak kelemahan, ekspolitasi terhadap kaum miskin (ploretal) yang dilakukan oleh kaum kaya (borjuis) dalam masalah upah dan tingkat nilai-nilai kemanusian, sehingga muncullah ide karl marx yang terangkum dalam das kapital 1867.

Kekuatan pendorong utama kapitalisme, menurut Marx, terdapat dalam eksploitasi dan alienasi tenaga kerja. Sumber utama dari keuntungan baru dan nilai tambahnya adalah bahwa majikan membayar buruh-buruhnya untuk kapasitas kerja mereka menurut nilai pasar, namun nilai komoditi yang dihasilkan oleh para buruh itu melampaui nilai pasar. Para majikan berhak memiliki nilai keluaran (output)yang baru karena mereka memiliki alat-alat produksi (kapital) yang produktif. Dengan menghasilkan keluaran sebagai modal bagi majikan, para buruh terus-menerus mereproduksikan kondisi kapitalisme melalui pekerjaan mereka.oleh karena itu revolusi adalah jawabnya dengan mengusung ide sosialis yang merupakan antitehesis dari kapitalis. Dimana kemakmuran ditentukan secara terpusat.

Dari pertarungan kedua paham tersebut kemudian muncullah ide welfare state (negara sejahtera)sebagai solusi alternatif dari kelebihan dan kekurangan kedua paham tersebut, Karena ketidaksempurnaan mekanisme pasar ini, peranan pemerintah banyak ditampilkan pada fungsinya sebagai agent of economic and social development. Artinya, pemerintah tidak hanya bertugas mendorong pertumbuhan ekonomi, melainkan juga memperluas distribusi ekonomi melalui pengalokasian public expenditure (pembelanjaan negara) dalam APBN dan kebijakan publik yang mengikat. Selain dalam kebijakan pengelolaan nation-state-nya pemerintah memberi penghargaan terhadap pelaku ekonomi yang produktif, ia juga menyediakan alokasi dana dan daya untuk menjamin pemerataan dan kompensasi bagi mereka yang tercecer dari persaingan pembangunan.Dalam negara kesejahteraan, pemecahan masalah kesejahteraan sosial, seperti kemiskinan, pengangguran, ketimpangan dan ketelantaran tidak dilakukan melalui proyek-proyek sosial parsial yang berjangka pendek. Melainkan diatasi secara terpadu oleh program-program jaminan sosial (social security), seperti pelayanan sosial, rehabilitasi sosial, serta berbagai tunjangan pendidikan, kesehatan, hari tua, dan pengangguran. Negara kesejahteraan pertama-tama dipraktekkan di Eropa dan AS pada abad 19 yang ditujukan untuk mengubah kapitalisme menjadi lebih manusiawi (compassionate capitalism). Dengan sistem ini, negara bertugas melindungi golongan lemah dalam masyarakat dari gilasan mesin kapitalisme.

Umer Chapra Tokoh ekonomi Islam dalam bukunya Islam and Economic Challenge (1992) membuat pemaparan cukup komprehensif terutama atas dasar dan dengan landasan filosofis dan teoritis), bahwa ummat Islam tidak usah berpaling ke Timur atau ke Barat dalam mewujudkan kesejahteraan, khususnya dalam bidang ekonomi. Tetapi berpaling pada Islam. Beliau mengamati baahwa banyak negara-negara Islam atau yang berpenduduk mayoritas Islam telah terjebak dalam pembuatan keputusan yang terdesentralisir yang biasanya dipunyai oleh pasar.

Islam , diuraikan oleh Umer Chapra, merumuskan suatu sistem ekonomi yang berbeda sama sekali dari sistem-sistem yang berlaku. Ia memiliki akar dalam Syariáh yang menjadi sumber pandangan dunia sekaligus tujuan-tujuan dan strateginya. Berbeda dengan sistem- sistem dunia yang berlaku saat ini, tujuan-tujuan Islam (Maqashid Asy-Syari’ah) adalah bukan semata-mata bersifat materi, tetapi didasarkan pada konsep-konsepnya sendiri mengenai kesejahteraan manusia (falah) dan kehidupan yang baik (Hayat Thayyibah), yang memberikan nilai sangat penting bagi persaudaraan dan keadilan sosio-ekonomi dan menuntut suatu kepuasan yang seimbang, baik dalam kebutuhan- kebutuhan materi maupun rohani dari seluruh umat manusia ), ekonomi Islam terjadi penyuntikan dimensi iman dalam semua keputusan manusia tanpa memandang apakah keputusan-keputusan itu berkaitan dengan urusan rumah tangga, badang usaha, pasar mengurangi ketidakseimbangan ketidakstabilan perekonomian secara makro, atau untuk mengatasi kejahatan, percekcokan, ketegangan dan berbagai gejala anomi yang berbeda

EKONOMI SAPEKEN

Krisis ekonomi global mungkin tidak berdampak langsung terhadap perkembangan ekonomi sapeken, perkembangan ekonomi sapeken yang dari waktu ke waktu terus memperlihatkan pertumbuhan yang sangat signifikan, dari hasil ikan dan rumput laut (Echeume cottonii) yang kualitas ekspor, serta ikan yang didinginkan (es) yang beribu-ribu tripum terus membanjiri pasar-pasar dibali dan banyuwangi ditambah lagi ikan budidaya laut yang di ekspor ke Jepang, Hongkong, Singapura dan Korea Selatan, Menurut data Dinas Kelautan dan Perikanan Produksi perikanan tangkap pada Tahun 1997 tercatat sebanyak 35.510,5 ton kemudian meningkat menjadi 38.320,4 ton pada Tahun 2000 atau rata-rata meningkat sebesar 2,44% per tahun. Produksi perikanan budidaya juga menunjukkan peningkatan yang cukup berarti, dari sekitar 832,4 ton yang tercatat pada Tahun 1997 menjadi 1.064,8 pada Tahun 2000 atau rata-rata meningkat sebesar 7,04 % per tahun. Diantara budidaya laut yang potensial terdapat di perairan Sumenep adalah rumput laut (), dimana produksinya pada Tahun 1997 tercatat sebanyak 2.325 ton, kemudian meningkat menjadi 3.346 ton pada Tahun 2000. Hasil perikanan laut yang potensial di perairan Sumenep adalah teri nasi yang berorientasi ekspor. Produksi teri nasi pada Tahun 1997 tercatat sebesar 792,5 ton kemudian meningkat menjadi 1.675,8 ton pada Tahun 2000. tidak bisa kita pungkiri kecamatan sapeken merupakan penyumbang pendapatan terbesar kabupaten sumenep dibidang kelautan dan perikanan.

Kemakmuran di kecamatan sapeken ini ditandai dengan pola hidup dan konsumerisme sebagian penduduk kecamatan sapeken, diamana jumlah kendaraan bermotor (sepeda motor) dari tahun terus bertambah bahkan setiap tahunnya pertambahan jumlah sepeda motor terus bertambah rata-rata sekitar 70% atau rata-rata per tahun jumlah sepeda motor bertambah 300 unit motor (sumber: POLSEK Sapeken) baik yang memliki surat lengkap atau yang fiktif. Maka jangan heran khususnya didesa sapeken produk terbaru yang baru dipasarkan oleh perusahaan sepeda motor terkenal sudah malang melintang di luas desa yang cuma 2 km² (2 kilo meter persegi) ini, disamping itu rumah dengan ukuran dan gaya baru selalu berdiri megah setiap tahun, selain itu barang elektronik mulai dari Televisi (TV) dari ukuran paling tinggi sampai paling rendah dengan berbagai merk (brand) tersedia, Hand Phone (HP) dengan segala merk unggulan terbaru yang selalu terselip di tangan anak-anak muda khususnya di desa sapeken.

SAPEKEN SEJAHTERA?


Melihat perkembangan ekonomi masyarakat sapeken, jika kita melihat dalam segi pandang materi pasti akan bisa menyimpulkan bahwa Kecamatan Sapeken adalah sejahtera, tetapi patut diingat dalam konsep welfare state (negara sejahtera) semua itu harus dilihat secara lebih universal baik skala makro dan mikro dan kekuatan pondasi kekuatan ekonominya dan pelayanan masyakat serta kebutuhan fundamental masyarakat. Memang tidak layak memformulasikan konsep welfare state untuk membahas kesejahteraan sebuah kecamatan seperti Sapeken, tetapi dari hal tersebut kita akan memperoleh bahan pertimbangan, pertama negara sejahtera harus meliputi kondisi sejahtera (well-being). Kondisi sejahtera terjadi manakala kehidupan manusia aman dan bahagia karena kebutuhan dasar akan gizi, kesehatan, pendidikan, tempat tinggal, dan pendapatan dapat dipenuhi; serta manakala manusia memperoleh perlindungan dari resiko-resiko utama yang mengancam kehidupannya. Fakta di lapangan di kecamatan Sapeken masih dihinggapi kebodohan (buta huruf), gizi buruk, penyakit menular dll.


Kedua Sebagai pelayanan sosial. umumnya mencakup lima bentuk, yakni jaminan sosial (social security), pelayanan kesehatan, pendidikan, perumahan dan pelayanan sosial person. Fakta di lapangan, di Kecamatan Sapeken berbicara pendidikan baik itu, fasilitas pendidikan yang rusak, tenaga pengajarnya masih sangat buruk, kurikulum yang tidak mempunyai standarisasi. dibidang kesehatan, tenaga kesehatan yang tidak profesional dan fasilitas kesehatan yang semuanya masih terbelakang dan pelayanan yang kurang memadai, terlebih lagi pelayanan terhadap kebutuhan penerangan (PLN) yang buruk dan memprihatinkan.

Ketiga Sebagai tunjangan sosial yang, diberikan kepada orang miskin. Karena sebagian besar penerima Welfare adalah orang-orang miskin, cacat, penganggur, keadaan ini kemudian menimbulkan konotasi negatif pada istilah kesejahteraan, seperti kemiskinan, kemalasan, ketergantungan, yang sebenarnya lebih tepat disebut “social illfare” ketimbang “social Welfare” . fakta di lapangan di kecamatan sapeken lapangan pekerjaan semakin menurun dan bahkan tertutup, laut yang merupakan kekayaan alam yang menjadi sumber hidup masyarakat kecamatan sapeken hanya menjadi cerita dongeng seiring rusaknya terumbu karang akibat tindakan pengrusakan lingkungan laut, maka jangan heran anak-nak muda sapeken tidak ada yang menetap semuanya merantau ke negeri orang karena ketidaksediaan lapangan kerja.

Keempat sebagai proses atau usaha terencana yang dilakukan oleh perorangan, lembaga-lembaga sosial, masyarakat maupun badan-badan pemerintah, maksudnya kekuatan ekonomi melalui usaha mandiri yang bergerak dalam sektor riil. Seperti Usaha Kecil Menegah, koperasi yang berdasarkan pada prinsip kekeluargaan, dan kemitraan bisnis dengan perbankan dalam segi permodalan, fakta di lapangan masyarakat kecamatan sapeken kehilangan inovasi dan kreativitas hanya bergerak pada ekonomi jangka pendek selau terpusat dan sering berbicara hasil dan keuntungan serta hampir seragam, proyeksi usaha yang primitif dengan memperbanyak hutang sehingga usaha-usaha yang kelihatannya besar adalah jelmaan hutang-hutang yang besar juga. Ditambah lagi kurang perencanaan dan tingkat saving lebih rendah dari tingkat komsumsi yang setiap tahun semakin meningkat dan tidak didukung oleh tingkat pendapatan, sehingga mudah terperangkap dalam mulut para rentenir kejam, maka tidak heran jika pada waktu ombak besar dan tidak ada yang melaut siap-siap lah sertifikat tanah untuk digadaikan dan barang-barang rumah tercerai berai kerumah tetangga karena digadaikan. Inilah fakta bahwa pondasi kekuatan ekonomi disapeken adalah kropos dan rapuh.

WIN-WIN SOLUTION

Inilah sebuah realita di kecamatan sapeken, kita harus berbenah, mulai saatnyalah kesederhanaan seperti yang dipraktekkan oleh baginda Rasulullah SAW dapat kita aplikasikan sehari-hari, dan untuk menciptakan kesejahteraan negara memang tugas pemerintah, tetapi masyarakat dituntut kreatifitasnya dan mulai menggalakkan ekonomi jangka panjang dengan bergerak dalam sektor riil melaui Usaha Kecil Menegah dan memanfaatkan sumber daya alam bukan hanya ikan, tetapi di bidang pertanian, peternakan dan kerajinan tangan serta proses usaha ikan menjadi setengah jadi bukan hanya bahan baku yang harganya murah, serta hindari rentenir dan jaga lingkungan laut. ya.. itu salah satu jalan untuk memperlambat jarum bom waktu kehancuran sapeken. semoga

Download Gratis

Dibagikan Gratis buat denakan-denakan memon (saudara-saudara semua) silahkan klik pada judul yang diinginkan, nanti akan muncul halaman baru---lalu klik DOWNLOAD---setelah itu akan muncul sandi berupa angka atau huruf atau gabungan keduanya. setelah itu simpan deh di komputer atau ke flashdisk awak. mudah kan ??

KATALOG CD LENGKAP

Nama Anak (putri)

Nama Anak (putra)

KATALOG CD PENDIDIKAN

Cara Cepat Menyusun SKRIPSI

Peta Surabaya 1

Peta Surabaya 2

Peta Yogyakarta

Peta Semarang

AGAMA DAN HAJAT POLITIK


Oleh : Rahmatul Ummah
(Aktifis Sai Wawai Institute Lampung)

Terkadang kebutuhan manusia untuk beragama dan bertuhan muncul ketika seseorang ditimpa malapetaka, atau memiliki kebutuhan atau hajat politik. Sehingga Sigmund Freud mengatakan bahwa Tuhan dan agama hanyalah produk dari situasi tak berdaya ketika instansi sekuler atau orang lain tak sanggup menawarkan jalan keluar dari derita atau masalah yang menghimpitnya.

Namun, tentu saja tidak salah menjumpai Tuhan dan taat beragama, di saat ada hajat politik atau masalah yang menghimpit, karena Tuhan dan agama tentu saja tidak mengenal birokrasi, baik menyangkut ruang maupun waktu, maka siapa pun, apa pun, di mana pun dan dalam keadaan apa pun seseorang bisa menjumpai Tuhan dan sangat taat beragama untuk mengadukan segala persoalan hidupnya. Siapa pun bebas untuk menjumpai Tuhan sebagaimana mereka juga bebas untuk berpaling dari Tuhan dan untuk tidak beragama, bahkan mengingkarinya sekalipun. Di sinilah ke unikan beragama, dan di sini pula keluhuran serta kesucian kualitas manusia akan teruji.



Maka, tidaklah mengherankan di saat memulai momentum suksesi di segala tingkatan, maka upaya untuk melibatkan simbol-simbol keagamaan adalah hal yang tak mungkin terhindarkan. Berkunjung ke lembaga-lembaga yang menjadi simbolisasi keagamaan seperti pesantren, masjid, pengajian-pengajian, dan berbagai yang sejenis, adalah menjadi tontonan yang tidak asing tatkala akan diadakan hajat politik di suatu tempat. Entah karena mereka memang kebetulan adalah yang taat beragama, atau hanya sekedar mencuri legitimasi publik untuk meberikan penilaian bahwa mereka memang sangat dekat dengan Tuhan dan taat beragama.

Semua agama, sebagaimana juga ideologi, hadir menawarkan janji-janji pada manusia untuk membangun kehidupan yang beradab dan sejahtera. Konsekuensinya, semua agama harus siap untuk ditinggalkan oleh calon pemeluknya, jika dalam perjalanannya ternyata gagal memenuhi janji-janjinya. Hal inilah yang barangkali menjadi tanggungjawab besar, bagi setiap manusia yang ingin menunggangi agama untuk mencapai hajat politiknya.

Agama pada dasarnya adalah aktifitas pencarian the ultimate God (Sangkan Paraning Dumadi) karena keterbatasan manusia. Suatu aktifitas luar biasa yang dilakukan demi tercapainya cita-cita kemanusiaan alam raya yang kemudian dipasrahkan untuk diri dan Tuhan (Qs. Ali Imran; 19 dan Al Ankabut; 46). Manusia kemudian menjadi hayawan rabbamiyin (hewan yang berketuhanan) yang selalu rindu akan Dia yang melebihi dirinya (Qs. Ali Imran; 79).

Keterbatasan manusia dapat dipahami dengan kehidupannya yang suka bingung dan stress, serta mengeluh. Dari sini, manusia dan masyarakat yang bertuhan diharapkan saling tukar pikiran, saling menyampaikan pesan tentang kebaikan dan keburukan (amar makruf nahyi munkar), anti tiran dan independen.

Dan karena itu, inti terpenting beragama bukan pada nama-nama, ritual dan identitas kelompok, melainkan bertuhan, mengakui adanya yang absolut. Satu kekuatan yang ada dan berada di sekeliling kita. Dengan bertuhan, manusia menuhan dan menjadikan dirinya sadar akan keterbatasan dan berusaha selalu untuk menjadi yang terbaik. Dan, sebaik-baik manusia adalah yang bermamfaat bagi manusia lainnya.

Hubungannya dengan momentum Pilkada langsung beberapa Kabupaten di Lampung, tantangan masa depan dan proyek besar kalangan agama saat ini secara intelektual adalah membangun suatu wacana yang mampu menjadi perekat dan pondasi bagi segenap pluralisme plus multikulturalisme untuk membangun otonomi daerah yang betul-betul mandiri., adil, bermartabat dan demokratik.

Wacana yang digagas sudah tidak seharusnya lagi membangun isu-isu perbedaan, kelompok taat dan tidak taat, etnis A dan etnis B, melainkan sudah semestinya lepas bebas dari gagasan dan style yang bersifat simbolik. Baik membangun agama sebagai landasan ideologi bertindak yang termanifes dalam program kerja yang ditawarkan ke depan.

Kerja-kerja dan landasan berfikir tersebut sangat penting diutarakan mengingat beberapa hal; Pertama, membangun identitas keagamaan dalam perdebatan fanatisme antar kelompok agama dan kelompok keagamaan, apabila ditarik dalam konstruk Pilkada langsung, akan mudah terjebak ke dalam eksklusivisme. Karena menempatkan komunitas agama dan kelompok keagamaan tertentu sebagai identitas yang terpisah dari identitas lainnya. Terlebih bila kerja ini dilanjutkan secara tidak hati-hati maka proyek ini akan berujung pada imajinasi otentisitas kaum agamawan yang yasinan yang berbeda dengan identitas kelompok yang tidak yasinan atau kelompok agama yang lain. Sungguh suatu pengulangan sejarah yang tidak pernah terhenti tentang bangun kebangsaan yang retak, tercerabut dan terbelah yang akhirnya memicu konflik, bukan hanya antar etnis tapi antar kelompok agama dan keagamaan.

Kedua, memantapkan kepercayaan bahwa agama dan kelompok keagamaan apapun dengan segala kelebihan dan kekurangannya bisa ikut berpartisipasi secara bebas aktif tanpa rasa takut yang berlebihan pada siapapun yang berkuasa nantinya. Karena sesungguhnya agama tidak boleh dikorbankan atau mengobrbankan diri, untuk kepentingan satu kelompok, yang mencederai eksistensinya jika kelompok tersebut tidak berada pada posisi menguntungkan. Sekali lagi, agama adalah rahmat bagi seluruh alam semesta. Ketiga, agama harus mampu melahirkan sifat penengah, format yang selalu berfikir bagaimana memberi dan bukan meminta, sumber inspirasi bagi banyak khalayak. Dalam pengertian lain bagaimana seharusnya agama menjadi solutif terhadap setiap permasalahan, bukan pemicu masalah dalam Pilkada langsung nanti.

Membicarakan identitas agama sebagai tunggangan dalam atmosfir politik Pilkada langsung adalah bicara tentang wacana demokrasi yang memang terlanjur terbangun di atas isu SARA. Demokrasi Indonesia adalah demokrasi yang mengandalkan kelompok dominan, untuk itu hal yang tak terhindari dalam momentum pesta demokrasi adalah pendekatan-pendekatan yang mengeksploitasi kekuatan-kekuatan dominan tersebut, seperti agama dan kelompok keagamaan.

Padahal seharusnya, isu yang niscaya untuk disuarakan adalah isu perubahan yang bersifat universal dan menyentuh seluruh lapisan, berbicara tentang keragaman dan pluralitas yang diakui dan dihormati dalam konteks dialog yang setara. Pada wilayah kepentingan Pilkada langsung, hal ini berarti pengakuan yang hangat-ramah-sejuk terhadap segenap identitas yang hadir dalam ruang Daerah Pilkada langsung digelar, dan kesadaran bersama itu menjadi satu untuk membangun daerah yang lebih bermartabat dan mandiri.

Karenanya, agama harus melampui kerja-kerja sempit tersebut. Dan sudah semestinya pelaku politik yang beragama memerankan diri sebagai intelektual organik pejuang tanpa kenal lelah. Yaitu intelektual yang memberikan jawaban yang tepat dengan segenap problema sosial politik di tengah masyarakatnya dengan tidak mengambil jarak dengan realitas keseharian di masyarakat. Hal ini menjadi mahapenting berhubungan dengan konteks masyarakat daerah Lampung yang cenderung multi identitas. Apalagi peninggalan masa lalu yang telah mendesain masyarakat yang tidak pernah melakukan pembelajaran sosial-politik secara utuh tentang bagaimana hidup di dalam masyarakat asosiatif, yang mengajarkan toleransi, pluralisme, dan otonomi individu yang otentik.

Problema proses interaksi sosial yang terbangun dalam masyarakat kita yang selalu berinteraksi dalam konteks tribus-society, di mana kontestasi ide dan wacana-wacana serta argumentasi di tingkat publik tidak mendapatkan katalisnya dengan baik dalam lingkungan sosial yang bebas. Konteks inilah yang kemudian –meminjam istilah Anthony Giddens (1985) membentuk adanya keterpecahan kolektif di kalangan etnis dan identitas agama, antara kesadaran praktis (praktical consciousness) dan kesadaran wacana (diskursive consciousness) yang sengaja dibentuk oleh pelaku politik warisan Orde Baru.

Akhirnya, diskursus yang terbangun memiliki dasar yang rapuh karena menempatkan wacana toleransi, inklusifitas dan pluralisme dibangun dengan membentuk rezim wacana dan oposisi biner, yang tak ramah dan harus selalu membutuhkan lawan kontradiktif untuk membentuk batas dan musuh.

Untuk itu idealnya para pelaku politik beragama yang berkepentingan dalam Pilkada langsung nanti menjadi pioner karena sebagai bagian dari Warga Negara Indonesia adalah bertugas membangun suatu diskursus yang mampu mendorong terbangunnya kekuatan sejarah bersama dan gerakan sosial baru bagi setiap masyarakat. Sebuah diskursus yang mengajak keluar dari tradisi masyarakat yang bermental kolonial yang traumatik, penuh pertikaian antara identitas, sarat dengan refresivitas, sepi dari hiruk pikuk ruang publik, menuju masyarakat sipil dengan landasan berpolitik yang demokratik, penuh dengan perbincangan komunikatif yang akrab dengan ruang publik yang bebas dalam satu ikatan sebagai warganegara Indonesia.

Kerja besar perubahan yang menunggu di depan mata adalah bagaimana kita secara bersama-sama melepaskan diri dari warisan yang tidak efektif menentukan relevansi kekinian dan lepas landas dari trauma-trauma menyakitkan pada masa lampau maupun kekuatan-kekuatan lama yang korup, anti keterbukaan, eksploitasi ekonomi dan demokrasi.

Dan di atas segalanya, pelaku politik yang beragama, yang akan menjadi kontestan dalam Pilkada nanti adalah yang harus merealisasikan gagasan-ide-teori menjadi tindakan-praksis di lapangan. Mempraktekkan ide menjadi kerja praksis di alam nyata. Wallahu a’lam.

Sumpah Pemuda, Otonomi dan Civil Society

Oleh : Rahmatul Ummah
Anak Muda Kepulauan dan Wakil Ketua I DPD KNPI Kota Metro)

Ritual 28 Oktober tidak pernah terlewatkan, sebuah peristiwa bersejarah yang menyatukan tekad kelompok muda negeri ini, untuk merebut kedaulatan Indonesia dari tangan penjajah. Pemuda Indonesia pada saat itu merasakan betapa persatuan menjadi hal yang teramat penting dan vital.

Setiap tanggal 28 Oktober sumpah itu kembali dibacakan ulang dengan rentetan serimonial lainnya. Sumpah kesatuan yang telah berusia 70 tahun itu terasa begitu sangat berharga untuk diingat, namun teramat jarang mendapatkan interpretasi kontekstual apalagi implemetansi semangatnya dalam konteks kekinian dan kedisinian.



Seharusnya sumpah pemuda mampu menemukan wajah barunya dalam konteks otonomi daerah, sehingga semangat kesatuan tidak lagi melulu diartikan sentralisasi dan keseragaman, tapi keberagaman dalam membangun daerah sesuai dengan sosio-kultural daerah.


Otonomi Daerah


Undang-Undang No 22/1999 tentang Otonomi Daerah yang disempurnakan melalui UU`No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, menegaskan peran dominan Pemerintah Daerah tingkat Kabupaten/Kota dalam menyelenggarakan aktivitas pemerintahan dan pembangunannya. Peran Pemerintah Provinsi tidak lebih mewakili Pemerintah Pusat untuk bertindak sebagai koordinator pembangunan lintas sektoral dan fungsi administratif pemerintahan lainnya.


Tak bisa dipungkiri, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menjadi aktor utama pembangunan yang sesungguhnya dapat saja menentukan “arah” dan “model pelaksanaan” pembangunan di daerahnya. Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah Langsung (Pilkada Langsung) dewasa ini kian menegaskan “teritori politik” dari Pemerintah Daerah yang berkuasa, mendapatkan legitimasi penuh dari rakyatnya. Imbasnya, Pemda seakan berada “di atas angin” untuk semua urusan pembangunan dan pemerintahannya.


Banyak kasus yang kita jumpai di daerah telah menggambarkan begitu otoriternya Pemerintah Daerah dalam menjalankan kebijakannya kepada rakyat sendiri. Minimnya sumber daya manusia yang secara strategis dapat mendesain model pembangunan partisipatif dan investatif di daerah-daerah, telah menjerumuskan banyak Pemerintah Daerah pada model pembangunan “eksploratif” semata, dengan karakteristik yang khas : peningkatan pajak dan retribusi daerah.


Jika melirik hasil evaluasi yang dilakukan oleh Departemen Dalam Negeri, dari seluruh Kabupaten/Kota yang telah dimekarkan, beberapa di antaranya menunjukkan ketidakmampuan dalam mengelola daerahnya paska pemerkaran. Akibatnya, kemakmuran dan kesejahteraan rakyat yang diidam-idamkan sebagai konsekuensi pemekaran, tak kunjung hadir. Bahkan, pada beberapa daerah, paska pemekaran telah menyisakan konflik horizontal antar warga yang hingga sekarang, tak kunjung usai. Beberapa daerah, yang karena hampir kollaps, kini diusulkan untuk dikembalikan pada daerah induknya sebagai upaya mencegah kepunahan demokrasi dan pembangunan di daerah tersebut. Kenyataan ini merupakan pelajaran yang sangat berharga bagi kita semua di daerah-daerah paska pemerkaran, maupun di daerah-daerah yang tengah berniat memekarkan diri. Hati-hati.

Pemuda dan Civil Society

Buruknya implikasi yang diakibatkan transisi demokrasi seperti ini, pada saat Otonomi Daerah menjadi primadona dalam kampanye politik kelompok kepentingan, semakin diperparah oleh tidak hadirnya kelompok civil society dalam mengawal agenda pembangunan di daerah. Civil society di sini sesungguhnya merupakan barisan intelektual dan moral yang secara terus-menerus melakukan advokasi dan monitoring terhadap segala “gerak-gerik” Pemerintah Daerah dalam program pembangunannya. Tidak mustahil, seperti yang telah banyak kita saksikan di daerah-daerah maju, kelompok ini dapat berfungsi ganda sebagai parlemen oposisi, tidak lain untuk menambal kinerja sebagian besar anggota DPRD Kabupaten/Kota yang “prestasi legislatif”-nya tidak begitu bagus.

Pada banyak daerah yang baru mekar, kultur aristokrasian menjadi momok yang sangat mengganggu bagi proses transisi demokrasi. Saat rakyat sudah merindukan pemerintahan yang bersih dan berwibawa (Clean and Good Governance), kultur aristokrasi kembali menyuburkan praktek-praktek “miring” yang kental dengan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Lemahnya fungsi legislasi oleh DPRD Kabupaten/Kota, dan relatif dipengaruhinya institusi yudikatif daerah oleh eksekutif, serta minimnya pengawasan independen oleh civil society, telah menjadi alasan, mengapa praktek “pemerintahan purba” seperti di atas tumbuh subur seiring dengan tingginya budaya “nrimo” dan “permissif” masyarakat periferi kita. Ini ironi yang menyakitkan, karena jika terus dilakukan pembiaran, maka keadaan seperti ini nantinya justru akan dianggap sebuah kelaziman di daerah.

Tidak bisa tidak, masyarakat dan seluruh lapisan pemerintah daerah mesti senantiasa diingatkan fungsi, wewenang dan tanggung jawabnya masing-masing. Siapa yang bertugas melakukan ini? Tidak lain adalah kelompok muda yang terdidik, sebagai bagian inti dari masyarakat sipil (civil society) yang senantiasa mereproduksi wacana pembaharuan dan menegaskan pemihakannya atas demokratisasi pembangunan dan pemenuhan hak-hak sipil rakyat.

Harus ada semacam Civil Society Organization (CSO) yang menjadi kekuatan kontrol dan memegang peran strategis dalam mengawal agenda desentralisasi dan otonomi daerah saat ini. Peran-peran yang secara intelektual dan moriil sesungguhnya bisa menjadi kekuatan penyeimbang (balancing of power) atas minimnya sumber daya manusia daerah serta kurang strategisnya konsep pembangunan yang diterapkan oleh pemerintah daerah.

Organisasi kepemudaan dan kemahasiswaan dengan latar belakang kedaerahan belakangan ini, sesungguhnya bisa menjadi angin segar bagi proses demokratisasi pembangunan di daerah, terutama yang paska pemekaran. Perhimpunan-perhimpunan ini, asal dibentuk dan dilandasi oleh semangat partisipatif intelektual, pada prinsipnya bisa segera mentransformasi diri menjadi, apa yang disebut di atas sebagai, civil society organization (CSO) dan berperan sebagai kelompok tengah (middle class).

Dalam upaya mengawal pembangunan dan memerankan diri sebagai “parlemen oposisi” di daerah, organisasi kepemudaan dan kemahasiswaan daerah bukan lagi harus terjebak menjadi sekadar “event organizer” kegiatan-kegiatan teknis di lapangan, melainkan lebih sebagai “dapur wacana” demokratisasi pembangunan. Organisasi kepemudaan di daerah mesti dapat melakukan penyeimbangan atas praktek pembangunan di daerahnya masing-masing, dengan senantiasa melakukan kajian dan evaluasi terhadap kinerja pemerintah daerah dan institusi-institusi yang terkait di dalamnya. Bukan hanya itu, mereka juga harus berani melakukan tindakan korektif terhadap ketimpangan di daerahnya, jika diperlukan.

Pada konteks ini, kita mesti memahami pula bahwa, banyaknya kelompok kepentingan di daerah-daerah secara tidak langsung, telah membuka peluang bagi organisasi pemuda di daerah untuk “ditunggangi”, baik secara sadar maupun tidak. Karena itulah, maka mereka mesti mempersiapkan infrastruktur intelektual dan moralitasnya, berikut kekuatan jaringan antar kelompok-kelompok sepaham, sehingga peran strategis yang diembannya dapat diselenggarakan dengan benar dan tidak “terkontaminasi” oleh kepentingan pihak eksternal.

Sebagai kekuatan menengah yang berperan sebagai “parlemen oposisi”, mesti disadari beratnya tantangan yang akan dihadapi oleh organisasi pemuda di darah. Tidak mustahil mereka akan mendapatkan tekanan politik (political pressure) dari kelompok-kelompok kepentingan di daerah untuk bisa menyelamatkan agenda dan kepentingan mereka.
Sebagai fenomena lazim, minimnya sumber dana dan kekuatan finansial pada sebagian besar organisasi pemuda saat ini, menjadi portal of entry masuknya kekuatan modal besar yang bisa “membeli” organisasi pemuda di daerah dengan harga berapa saja. Pada titik inilah, pertarungan sejatinya baru berlangsung. Saat idealisme kemahasiswaan kita diperhadapkan dengan realitas kapital yang sesungguhnya sulit dibantah, kita juga sama butuhkan mau tidak mau, organisasi pemuda mesti memiliki semacam “imunitas keorganisasian” yang didesain sedemikian rupa dari setiap lapisannya, sehingga ketika berhadapan dengan kekuatan riil semacam itu, organisasi ini bisa tetap konsekuen dan konsisten dengan visi dan misi “kekuatan menengah”-nya.

Karena itulah, jika organisasi kepemudaan di daerah benar-benar sudah menyadari realitas pembangunan daerah saat ini dan “berniat” merubah pola gerakan menjadi “ parlemen oposisi”, maka setiap unsur di dalamnya mesti memiliki kesamaan visi dan pandangan tentang pentingnya mereposisi gerakan dan mengambil peran-peran strategis dalam pembangunan daerah. Menanggalkan relasi organisasi pemuda dengan kelompok-kelompok kepentingan dapat segera dilakukan sebagai prasyarat perwujudan independensi organisasi pemuda di daerah untuk merumuskan agenda oposisinya ke depan. Pada gilirannya, jika peran-peran sebagai “civil society ini dapat diperankan secara benar oleh organisasi kepemudaan, maka tidak mustahil, bargaining sosial dan politik organisasi pemuda menjadi semakin kuat, dan menjadi sangat mungkin pada suatu ketika,`justru mengalahkan hegemoni Pemerintah Daerah yang masih belum becus kerjanya. Selamat Hari Sumpah Pemuda!

MEMBANGUN KERAGAMAN YANG PRODUKTIF (Refleksi 8 Tahun Perjalanan HIMAS)

Oleh : Rahmatul Ummah
Alumni HIMAS, Sedang Menyelesaikan S2 di FISIP Unila)

Tanpa terasa usia HIMAS sudah beranjak 8 tahun (24 Februari 2001 – 24 Februari 2009), sebuah perjalanan yang tak bisa dikatakan pendek untuk sebuah organisasi yang dikelola oleh kelompok elit masyarakat (baca; mahasiswa), usia 8 tahun juga bukan waktu yang panjang untuk merealisasikan cita-cita ideal HIMAS. Namun, setidaknya usia 8 tahun bisa menjadi awal refleksi untuk mengukur dan mengevaluasi diri secara jujur, tentang apa yang telah dilakukan baik di tingkat internal HIMAS maupun untuk masyarakat.

Sebagai sebuah organisasi kemahasiswaan, HIMAS bergerak pada wilayah yang sangat luas, beragam pemikiran dan latar belakang. Keragaman kader-kader HIMAS harus selalu dimaknai sebagai asset dan potensi yang bisa dikembangkan menjadi energi perubahan. Banyaknya warna HIMAS laksana pelangi yang bisa menjadi jalan terindah untuk mencapai kesejahteraan. Untuk itu, sudah bukan saatnya lagi HIMAS kampanye tentang pluralisme, tetapi HIMAS harus sudah pada tahap internalisasi keragaman itu pada masing-masing kader untuk kembali sadar bahwa mereka punya kekayaan yang tidak dimiliki oleh organ lain yaitu berupa keragaman. Hanya kalau keragaman tersebut tidak dikelola dengan sebaik-baiknya maka yang timbul adalah persoalan-persoalan baru yang mengarah pada hal-hal yang negative dan kontra produktif.

Dalam upaya mengelola keragaman pendapat dan pemikiran yang ada menjadi sesuatu yang produktif, memang tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. HIMAS yang telah memproklamirkan diri sebagai sebuah organisasi perkaderan dan perjuangan, tentu saja akan menghadapi banyak tantangan, semisal perbedaan pendapat, saling merasa benar dan penting yang terkadang didasari egoisme – bahkan primordialisme – yang tentu saja jika tidak mendapatkan pengelolaan yang baik akan sangat tidak produktif bagi perkembangan HIMAS kedepan.

Oleh sebab itu, diperlukan usaha yang sistematis dan terstruktur dengan baik, saya selalu menawarkan rumuskan pola kaderisasi yang bisa membangun ikatan emosional antar kader. Sehingga setiap kader HIMAS bisa mengelola perbedaan pendapat menjadi energi produktif menuju perbaikan HIMAS.

Banyaknya pendapat ketika menghadapi banyak masalah, adalah niscaya dan tidak mungkin dihindarkan. Jika dikelola dengan baik dan bijak maka akan lahir tindakan-tindakan cerdas, pun sebaliknya jika diselesaikan setengah meja, subyektif dan terkesan abai terhadap pendapat lain, maka perbedaan pendapat menjadi sumber perpecahan atau setidak-tidaknya menyulitkan proses pengambilan keputusan dan pelaksanaannya tentu saja tidak maksimal. Dan hal itu akan sangat berpengaruh dalam proses perkaderan HIMAS berikutnya.

Menyikapi itu, sambil menunggu penyempurnaan tentang sistem kaderisasi HIMAS, penulis mencoba menawarkan beberapa tradisi yang perlu dibangkitkan oleh kader HIMAS supaya dapat menopang kaderisasi HIMAS untuk menjadikan keberagaman menjadi suatu faktor yang produktif., Pertama, Tradisi Ilmiah, Domain kerja HIMAS yang sangat luas dan rumit. tidak memungkinkan setiap kader mencerna, menganalisis, dan menyikapi berbagai persoalan tanpa memiliki keluasan ilmu pengetahuan dan kemampuan berfikir secara sistematis dan objektif. Hal itu mengharuskan kader HIMAS memiliki struktur pengetahuan yang kokoh dan kemampuan berpikir pada semua tingkatannya. Struktur kemampuan dan sistematika berpikir yang solid dari kader HIMAS dalam upaya meningkatkan kemampuan pembelajaran yang cepat merupakan suatu landasan yang utama. Tradisi ilmiah harus secepatnya ditumbuhkan di lingkungan kader HIMAS, jika HIMAS ingin tetap eksis dan kompetitif pada beberapa masa yang akan datang.

Banyak problem kepulauan yang memerlukan penyelasaian kader-kader HIMAS secara ilmiah, sepertia rasio jumlah anak usia sekolah dengan jumlah lembaga pendidikan, rasio tenaga pendidik dengan jumlah tenaga pendidik yang tersedia, jumlah bidan dengan jumlah ibu hamil dan jumlah balita, yang semuanya pasti tidak seimbang, sehingga menjadi kedzaliman sistematis kekuasaan, belum eksploitasi alam, pelayanan public (berapa jumlah penduduk yang memiliki akte kelahiran, akte nikah, akte perceraian, dan KTP bandingkan dengan yang tidak memiliki), maka hasilnya adalah akan bermuara pada kesimpulan bobroknya sistem administrasi kependudukan pemerintah Kabupaten Sumenep, dan ini semua perlu kajian yang mendalam dan sistematis dari seluruh kader HIMAS. Bahwa selama ini masyarakat tidak pernah bergerak untuk melakukan protes dan perlawanan karena mereka tidak memiliki cukup pengetahuan, dan HIMAS lah yang yang harus menjawab keterbatasan masyarakat itu, tentu saja dengan tindakan yang didasarkan pada nalar cerdas dan argumentative.

Kedua, Tradisi Verbalitas. Tradisi ini harus menjadi kebiasaan kader HIMAS untuk mengungkapkan pikiran dan gagasannya secara wajar, natural, dan apa adanya. Banyak kader HIMAS yang memiliki gagasan-gagasan yang cerdas, tetapi tidak membukanya kepada orang lain (kader HIMAS yang lainnya). Tradisi verbalitas ini sebenarnya mengajarkan kepada kita untuk memiliki keberanian natural, dan kehormatan yang wajar. Sehingga sebagai kader HIMAS harus senantiasa aktif dalam berbagai diskusi untuk mencurahkan ide dan gagasannya. Syukur-syukur jika tradisi ini kemudian dikembangkan kepada tradisi menulis, merekam gagasan-gagasan cerdas dalam diskusi ke dalam sebuah tulisan.

Ketiga, Pembelajaran Kolektif. Setiap individu punya kewajiban untuk selalu belajar, Kader HIMAS-pun juga harus senantiasa belajar menuju arah perbaikan, baik melalui referensi normatif maupun pegalaman historis. Perjalanan HIMAS bagaikan mata rantai pengalaman manusia (kader HIMAS) yang relatif dan tidak terputus. Tentu saja hal ini akan rentan terhadap kesalahan dan kelemahan, baik itu yang berasal dari aturan atau norma kultur atau tingkah laku yang berada di dalamnya.

Sebagai kader HIMAS, kita harus belajar meningkatkan kemampuan kerja, efisiensi, dan efektifitas. Untuk itu, kita harus memiliki semangat dan kejujuran (integritas) yang memadai untuk senantiasa belajar, termasuk di dalamnya mendengar semua pendapat (kader HIMAS yang lainnya) yang sangat beragam, dalam upaya mencerna, menganalisis dan memikir ulang pendapat orang lain tersebut.

Keempat, tradisi Toleransi. Kader HIMAS, harus membiasakan diri untuk memiliki kelapangan dada, kerendahan hati dan membebaskan diri dari kepicikan, prasangka buruk, serta dapat mengkondisikan diri untuk selalu disiplin. Hal itu yang membuat seorang kader HIMAS dapat toleran dengan orang lain, sebagai ukuran keluasan ilmu dan wawasannya. Hal itu yang membantunya memahami orang lain secara tepat dan memahami alasan-alasan yang mendorong seorang kader HIMAS lainnya memiliki sebuah sikap tertentu. HIMAS memang harus menemukan 'sosok dirinya' atau kesejatian dirinya, sehingga mahasiswa dari kepulauan Sapeken tidak menjadi bingung apa yang sebenarnya dicari ketika hendak bergabung dengan HIMAS.

Penulis meyakini, HIMAS memang memiliki 'kekayaan' dalam berbagai hal, namun yang menjadi persoalan klasik ialah komitmen kader HIMAS dalam usaha memanage organisasi ini. Harapan penulis, dengan beberapa tradisi tersebut kader HIMAS yang beragam dan pasti berbeda itu akan merasakan kenyamanan berhimpun dengan HIMAS, karena adanya keseimbangan yang indah antara kebebasan dan tanggung jawab, antara keburukan dan keterkendalian. Jangan Pernah bimbang 'tuk menatap masa depan, Hadapilah ia dengan penuh semangat optimisme dan komitmen (istiqomah) yang kita cita-citakan sebagai upaya perbaikan menuju masa depan kepulauan yang mandiri dan sejahtera. Wallahu a'lam bis shawab

Sambutan Ningkelle

Assalamu 'alaikum Wr Wb

Denakan-denaka
n memon yang saya hormati, dimana saja berada. Kami sangat sannah & marannu ngindat perkembangan yang dialami le denakan memon para anggota HIMAS maupun alumni HIMAS. Terutama dalam dunia keilmuan dan tulis-menulis.

Madialan perkara itulah, kami mengundang memon denakan untuk menyumbangkan pikiran dan idenya dalam upayate bersama-sama membangun kepulauan yang lebih baik.

Web blog ini, dipersembahkan oleh ningkelle untuk semua masyarakat sapekkan yang ingin menyampaikan isi hati dan harapan-harapannya, gagasan, ide, kritik, komentar, nasihat dan apa saja yang sifatnya perbaikan dan pembaharuan untuk memonne denakante ma lahat sapekkan.

Sai-sai adak na nyumban tulisan manditu, silahkan tulis email dan nama, ude iru masukkan di kotak komentar. Nanti akan dibuatkan halam khusus tulisan-tulisan setiap penulis.

Tarime Kasih.

Ningkelle
Email : ilman.media@gmail.com
HP : 0852 32 010 011
Flexi : 031-7814 7815


Ayo buat blog...

Melihat betapa banyak minat dari para denakan para mahasiswa Sapekkan, ningkelle mengusulkan , agar kite mugai acara pelatihan membuat blog, bagaimana cara posting ke HIMAS pusat tanpa harus dikirim ke email penglolanya, memasukkan foto penulis biar bisa tampil, maupun memgganti dan memodifikasi blog, maaf sebelumnya, blog HIMAS Jakarta & Surabaya menurut ningkelle belum maksimal.

jadi, kita butuh pelatihan itu, bayangkan para dosen IAIN Sunan Ampel Surabaya saja butuh masih pelatihan itu, dan tidak alasan terlambat. yang hanya jadi alasan adalah sen, untuk sewa warnet, minimal 2 jam.

yang mau kontak ningkelle yah... 

Berbuat Baik & Bersabarah

Beberapa bulan yang lalu ningkelle browsing di internet, dan mendapatkan info bagus. Dari sini didapatkan bahwa kita bisa mendaftarkan seorang kawan untuk nantinya mendapatkan sms dakwah secara gratis. Alhamdulillah, ada yang mau menasihati kita secara gratis. 

Berbekal info tadi, ningkelle juga tidak mau ketinggalan dalam beralamal jariyah dengan cara yang satu ini. Maka dari itu pada kolom ini, akan disampaikan beberapa nasihat penting dalam kehidupan kita. Semoga nantinya bermanfaat. 

Untuk yang pertama, ningkelle hanya ingin menyampaikan bahwa betapa pentingnya nasihat bagi sesama kaum muslimin. Bahwa sesungguhnya semua manusia adalah merugi telah kita fahami. Dan bahwa yang tidak merugi itu diantaranya adalah mereka yang saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran. 

Agama sendiri adalah sebagai nasihat, orang yang tidak punya agama maka dia tidak memiliki penasihat dalam hidupnya. Atau orang yang mempermainkan agamanya, berarti mereka mempermainkan dan menyianyiakan usianya karena mereka menyia-nyiakan nasihat (Agamanya).

Prinsip pertemanan yang baik adalah yang terjalin saling menasihati dalam kebaikan. Jika Anda memiliki seorang teman yang menasihati Anda dalam hal yang tidak Anda senangi, maka ketahuilah bahwa di adalah sahabat sejati. Sebab sahabat sejati tidak akan rela bila Anda (sebagai sahabtnya) terjerumus dalam kehancuran dan kecelakaan. 

Namun jika ada seorang sahabat yang hanya datang di waktu senang dan memisah (menghindar) di waktu susah, maka ketahuilah bahwa dia adalah sahabat yang paling jelek.

Sekarang perhatikan siapa saja yang ada di sekitar Anda, lalu ingat-ingat siapa diantara mereka yang menasihati Anda, lalu pilah lagi siapa yang menasihati Anda dalam kebaikan dan kesabaran walaupun Anda sendiri menolak dan membecinya ? (maksudnya membenci nasihat itu atau bahkan membenci sahabat yang menasihati Anda itu)
Ketahuilah bahwa adalah sahabat sejati.
Maukah Anda menjadi sahabat sejati bagi saya ?


Perekrutan PNS di Sumenep

Sebentar lagi aka dibuka pendaftaran Calon Pegawai Negeri Sipil di Sumenep, bagaimana dengan warga kepulauan ? sebagaimana biasa, tidak begitu banyak diperhatikan oleh warga kepulauan scara kebanyakan. Kecuali hanya sebagian kecil mereka yang telah mengenyam pendidikan minimal seting D-2, D-3 atau S-1. Sebab, kebanyakan warga kepulauan adalah tidak mengenyam pendidikan yang sepantasnya. Entah itu disebabkan oleh kemiskinan terprogram. 

Kemiskinan terprogram adalah akibat dari kebijakan yang salah yang diterapkan oleh pemerintah, atau program yang tidak memihak masyarakat bawah. Semuanya yang dikatakan pemerintah adalah pengambil kebijakan dan keputusan dalam sebuah program, mereka yang menentukan ya atau tidak. Ini semua bukan hanya melihat aparat di bawah tapi naik sampai keatas.

Bagaimanakah hasil dari CPNS November 2008 ini ? kita tunggu saja hasilnya. Semoga membawa kemajuan kepada warga kepulauan. Bukan malah memperparah keadaan. Baik itu pendidikan, ekonomi, budaya dan seseterusnya. 


Ayo Berkarya

Setelah kita tahu bahwa, betapa pentingnya HP bagi manusia sekarang ini, maka satu lagi yang tidak bisa kita anggap remeh adalah dunia tulis-menulis. Sebagaimana difahami bahwa kita tahu kejadian 1000 tahun yang lalu adalah karena adanya dokumen yang berupa tulisan.

Selain itu, betapa banyak orang yang menghidupi dirinya dari menulis, barah tatuane nia ma diantara kite dadi penulis hebat, tapi itu semua butuh latihan dan ketekunan serta banyak membaca tentunya. Maka dalam rangka itulah, ningkelle mengharapkan denakan-denakan memon berusaha untuk menyempatkan waktu untuk menulis satu kali dalam seminggu (bagi sai masi kuliah, walau satatohone kuliah bukanlah sebuah halangan untuk berkarya).

Aha totowete dadaulu, sangat berjasa dalam mengumpulkan tulisan-tulisan, sehingga sampai ellau itu kite memon ngatonan batenje sejarah para sahabat, nabbite, bahkan Al-Quran dan Al-Hadis pun semuanya atas jasa para penulis. Maka jadilah para penulis yang bermanfaat bagi generasi berikutnya.

Jadikanlah profesi menulis sebagai amal jariyah,
untuk mewariskan ilmu yang bermanfaat.
Semangatlah menulis para pemuda HIMAS, ditanganmu ada harapan dan masa depan.

Abu Jandal (seorang sahabat) pernah berkata "datangkanlah kepadaku 10 orang pemuda, akan kutaklukkan Makkah untukmu".
Bangkitlah pemuda (HIMAS)......jangan terlena, menulislah untuk amal jariyahmu.
Pahalanya kan kau bawa menghadap tuhanmu. Robbul 'Alamin.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More