Oleh : Minhadzul Abidin
Dalam Pidato kenegaraan tentang Nota Keuangan dan Rancangan APBN tahun 2009. ada yang menarik dan ditunggu oleh seluruh bangsa indonesia yaitu rencana pemerintah akan mengabulkan 20% anggaran pendidikan sesuai dengan amanat konstitusi yang dipertegas oleh putusan Mahkamah konstitusi tahun 2007. Dalam pidato tanggal 15 Agustus 2008 didepan Anggota DPR RI Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akhirnya memutuskan Rancangan anggaran pendidikan 20 % yang sebelumnya 15,4 persen dari total APBN atau yang dulunya 154,2 triliun menjadi 224,2 triliun sungguh merupakan angin segar ditengah bobroknya sistem pendidikan di indonesia.
Pendidikan Indonesia seperti kapal besar yang mengalami korosi dan mengaram. Makin lama makin tenggelam. Terombang-ambing di tengah ombak, tanpa arah dan tujuan jelas. Meminjam terminologi Clifford Geertz, sedang mengalami involusi. Manusia-manusia yang bergulat dalam dunia pendidikan bukan makin tumbuh cerdas, berwawasan luas, berdedikasi, kreatif, jujur dan adil, atau beretos kerja meski fasilitas fisiknya tidak pernah bertambah .
Ironis memang setiap momen PEMILU,PILKADA jargon sekolah atau pendidikan gratis menjadi sulaman kepalsuan, para pembesar-pembesar kita tidak menyadari yang menentukan kesejahteraan masyarakat adalah pendidikan baik kesejahteraan dalam tatanan kehidupan atau tatanan moralitas. Sehingga pembangunan sebagai kewajiban pemerintah akan mudah direalisasikan, karena akan terciptta masyarakat mandiri dan memilki tingkat pendapatan yang tinggi sehingga kemajuan ekonomi tidak bisa terelakkan lagi.
Menurut Adam Smith Bapak Ekonomi dunia bahwa sutau negara dikatakan makmur adalah tersedianya lapangan kerja, dan tentunya menurut David Rricardo pekerjaan yang sesuai dengan bidangnya division of labour senada dengan itu Keynes tokoh ekonomi modern lapangan kerja yang ideal adalah berprinsip pada profesionalitas dan proporsional. Bagaimana indonesia akan mencetak tenaga kerja profesioanal sedangkan sistem pendidikan untuk mencetak tenaga kerja terdidik dan ahli (skill) jauh panggang dari api, mulai saatnyalah konteks ekonomi indonesia labour interest bukan capital interest, kalau labour interest otomatis peningkatan kualitas pendidikan akan menjadi prioritas utama
Orang miskin dilarang sekolah itulah gambaran pendidikan di negeri ini, munculnya sekolah-sekolah unggulan, nama besar dan fasilitas yang dimiliki di sekolah unggulan tersebut menjadi ajang untuk komersialisasi pendidikan, begitu juga dengan kampus yang akan melahirkan generasi perubahan yang cenderung kepada kebenaran keadilan (hanif) dan mempunyai TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI (akademik, penelitian, pengabdian) menjadi ajang etalase komersial dikampusnya tidak bisa berbuat apa-apa bahkan terkesan menikmati naiknya biaya pendidikan karena karena terjebak dan menikmati fasilitas (non-akademis) infrastruktur kampus yang bak mall-mall dikawasan elite jauh dari kampus yang sederhana dan merakyat tapi memilki kualitas pendidikan yang nomor wahid . daya kritisme mahasiswa sebagai corong aspirasi rakyat terbungkam melebihi situasi pada zaman orde baru dimana diterapkannya NKK (Normalisasi Kegiatan Kampus) atau BKK (badan boordianasi Kampus) untuk menyiutkan nyali perjuangan mahasiswa pada saat itu. Apalagi setelah dikeluarkanya keputusan kampus-kampus negeri yang mempunyai nama besar menjadi BHMN (badan hukum milik negara) sehingga komersialisasi tidak bisas dielakkan lagi.
Menurut Human Development Index UNDP (United Nation Development Program) pada tahun 2007-2008 Indonesia berada di Peringkat 107 di dunia, berarti ini menjadikan gambaran lemahnya tingkat kemajuan masyarakat indonesia dibandingkan negara tetangga, salah satu contoh banyaknya TKI (Tenaga Kerja Indonesia) dan TKW (Tenaga Kerja Wanita) dibantai dibeberapa negara, karena tingkat pendidikan mereka minim yang hanya mampu bekerja sebagai Pembantu rumah tangga. Dideportasi, dibunuh, ditangkap,disiksa selalu menggelayuti perjalanan TKI/TKW Indonesia.
Disaat negara tetangga sudah bisa berbicara banyak didunia global kita masih sibuk dengan urusan sistem pendidkan di Indonesia yang carut marut terutama Pemegang kebijakan masalah pendidkan yaitu Departemen Pndidikan Nasional (DEPDIKNAS) yang menurut ICW (Indonesia Corruption watch) menduduki peringkat ke dua Departemen terkorup di Indonesia, senada dengan itu dana BOS (bantun operasional Sekolah) yang intinyauntuk biaya sekolah murah ternyata dimanipulasi oleh pihak-pihak tertentu, gedung-gedung sekolah yang ambruk dan tidak laik sebagai tempat belajar mengajar, gaji-gaji guru ( guru yang jujur) tidak layak Seorang tamatan Guru Sekolah Dasar (PGSD) dengan golongan II B, pada awal masa kerjanya mendapat gaji Rp 782.000 per bulan. Jumlah itu lebih rendah dibanding upah pekerja atau buruh bangunan yang bisa mencapai Rp 50.000 per hari. Seorang guru yang masa kerjanya sampai 33 tahun, gaji pokoknya hanya Rp 1 juta per bulan, dengan kenaikan gaji berkala per dua tahun berkisar antara Rp 17.000 hingga Rp 24.000. Kenaikan itu hanya berkisar Rp 700 per bulan.sekarang sesuai dengan RAPBN 2009 para guru yang merupakan pahlawan tanpa tanda jasa tersebut patut bersyukur karena Pemerintah akan menaikkan gaji terendah guru (IIB) menjadi Rp. 2.000.000
setelah ditetapkannya APBN 2009 seharusnya Pemerintah dalam hal ini DEPDIKNAS sudah menetapkan alokasi-alokasi strategis yang dianggap menguntungkan hajat hidup orang banyak dan memaksimalkannya dan memangkas program yang tidak konkrit dan tidak berpikir jangka panjang. Kebanggan terbesar kepada pelajar-pelajar berprestasi ditingkat dunia langkah awal untuk menjadikan indonesia bermartabat dan berdaulat ditangan potensi putra-putri bangsa yang kompetitif itulah yang harus dikembangkan dan menjadikan virus untuk ditularkan kepada Putra-Putri bangsa lainnya
PENDIDIKAN DI KEPULAUAN
Selalu saja kepulauan Sapeken pasti kena imbas dari bobroknya sistem pendidikan skala makro, tetapi pendidikan di Kepulauan harus meretas orientasi pendidikan anak pulau yang sampai sekarang tidak pernah berubah, guru guru tidak amanah, Pungutan Liar, kurikulum dan sistem pengajaran basi dan usang, Reorientasi pendidikan di kepulauan sapeken kuhususnya adalah sebuah keniscayaan , terutama memberantas penyakit-penyakit akut pendidikan di kepulauan dan mulai saatnya pelajar-pelajar sapeken diarahkan untuk ikut olimpiade tingkat dunia, tentunya perlu proses dan kerja keras seluruh masyarakat kepulauan……tenang saja ANGGARAN PENDIDIKAN 20% lho!!
Referensi
Kelana. Meneyelamatkan Pendidikan indonesia. Kompas, 24 September 2004
Tempo Interaktif.com
Dalam Pidato kenegaraan tentang Nota Keuangan dan Rancangan APBN tahun 2009. ada yang menarik dan ditunggu oleh seluruh bangsa indonesia yaitu rencana pemerintah akan mengabulkan 20% anggaran pendidikan sesuai dengan amanat konstitusi yang dipertegas oleh putusan Mahkamah konstitusi tahun 2007. Dalam pidato tanggal 15 Agustus 2008 didepan Anggota DPR RI Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akhirnya memutuskan Rancangan anggaran pendidikan 20 % yang sebelumnya 15,4 persen dari total APBN atau yang dulunya 154,2 triliun menjadi 224,2 triliun sungguh merupakan angin segar ditengah bobroknya sistem pendidikan di indonesia.
Pendidikan Indonesia seperti kapal besar yang mengalami korosi dan mengaram. Makin lama makin tenggelam. Terombang-ambing di tengah ombak, tanpa arah dan tujuan jelas. Meminjam terminologi Clifford Geertz, sedang mengalami involusi. Manusia-manusia yang bergulat dalam dunia pendidikan bukan makin tumbuh cerdas, berwawasan luas, berdedikasi, kreatif, jujur dan adil, atau beretos kerja meski fasilitas fisiknya tidak pernah bertambah .
Ironis memang setiap momen PEMILU,PILKADA jargon sekolah atau pendidikan gratis menjadi sulaman kepalsuan, para pembesar-pembesar kita tidak menyadari yang menentukan kesejahteraan masyarakat adalah pendidikan baik kesejahteraan dalam tatanan kehidupan atau tatanan moralitas. Sehingga pembangunan sebagai kewajiban pemerintah akan mudah direalisasikan, karena akan terciptta masyarakat mandiri dan memilki tingkat pendapatan yang tinggi sehingga kemajuan ekonomi tidak bisa terelakkan lagi.
Menurut Adam Smith Bapak Ekonomi dunia bahwa sutau negara dikatakan makmur adalah tersedianya lapangan kerja, dan tentunya menurut David Rricardo pekerjaan yang sesuai dengan bidangnya division of labour senada dengan itu Keynes tokoh ekonomi modern lapangan kerja yang ideal adalah berprinsip pada profesionalitas dan proporsional. Bagaimana indonesia akan mencetak tenaga kerja profesioanal sedangkan sistem pendidikan untuk mencetak tenaga kerja terdidik dan ahli (skill) jauh panggang dari api, mulai saatnyalah konteks ekonomi indonesia labour interest bukan capital interest, kalau labour interest otomatis peningkatan kualitas pendidikan akan menjadi prioritas utama
Orang miskin dilarang sekolah itulah gambaran pendidikan di negeri ini, munculnya sekolah-sekolah unggulan, nama besar dan fasilitas yang dimiliki di sekolah unggulan tersebut menjadi ajang untuk komersialisasi pendidikan, begitu juga dengan kampus yang akan melahirkan generasi perubahan yang cenderung kepada kebenaran keadilan (hanif) dan mempunyai TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI (akademik, penelitian, pengabdian) menjadi ajang etalase komersial dikampusnya tidak bisa berbuat apa-apa bahkan terkesan menikmati naiknya biaya pendidikan karena karena terjebak dan menikmati fasilitas (non-akademis) infrastruktur kampus yang bak mall-mall dikawasan elite jauh dari kampus yang sederhana dan merakyat tapi memilki kualitas pendidikan yang nomor wahid . daya kritisme mahasiswa sebagai corong aspirasi rakyat terbungkam melebihi situasi pada zaman orde baru dimana diterapkannya NKK (Normalisasi Kegiatan Kampus) atau BKK (badan boordianasi Kampus) untuk menyiutkan nyali perjuangan mahasiswa pada saat itu. Apalagi setelah dikeluarkanya keputusan kampus-kampus negeri yang mempunyai nama besar menjadi BHMN (badan hukum milik negara) sehingga komersialisasi tidak bisas dielakkan lagi.
Menurut Human Development Index UNDP (United Nation Development Program) pada tahun 2007-2008 Indonesia berada di Peringkat 107 di dunia, berarti ini menjadikan gambaran lemahnya tingkat kemajuan masyarakat indonesia dibandingkan negara tetangga, salah satu contoh banyaknya TKI (Tenaga Kerja Indonesia) dan TKW (Tenaga Kerja Wanita) dibantai dibeberapa negara, karena tingkat pendidikan mereka minim yang hanya mampu bekerja sebagai Pembantu rumah tangga. Dideportasi, dibunuh, ditangkap,disiksa selalu menggelayuti perjalanan TKI/TKW Indonesia.
Disaat negara tetangga sudah bisa berbicara banyak didunia global kita masih sibuk dengan urusan sistem pendidkan di Indonesia yang carut marut terutama Pemegang kebijakan masalah pendidkan yaitu Departemen Pndidikan Nasional (DEPDIKNAS) yang menurut ICW (Indonesia Corruption watch) menduduki peringkat ke dua Departemen terkorup di Indonesia, senada dengan itu dana BOS (bantun operasional Sekolah) yang intinyauntuk biaya sekolah murah ternyata dimanipulasi oleh pihak-pihak tertentu, gedung-gedung sekolah yang ambruk dan tidak laik sebagai tempat belajar mengajar, gaji-gaji guru ( guru yang jujur) tidak layak Seorang tamatan Guru Sekolah Dasar (PGSD) dengan golongan II B, pada awal masa kerjanya mendapat gaji Rp 782.000 per bulan. Jumlah itu lebih rendah dibanding upah pekerja atau buruh bangunan yang bisa mencapai Rp 50.000 per hari. Seorang guru yang masa kerjanya sampai 33 tahun, gaji pokoknya hanya Rp 1 juta per bulan, dengan kenaikan gaji berkala per dua tahun berkisar antara Rp 17.000 hingga Rp 24.000. Kenaikan itu hanya berkisar Rp 700 per bulan.sekarang sesuai dengan RAPBN 2009 para guru yang merupakan pahlawan tanpa tanda jasa tersebut patut bersyukur karena Pemerintah akan menaikkan gaji terendah guru (IIB) menjadi Rp. 2.000.000
setelah ditetapkannya APBN 2009 seharusnya Pemerintah dalam hal ini DEPDIKNAS sudah menetapkan alokasi-alokasi strategis yang dianggap menguntungkan hajat hidup orang banyak dan memaksimalkannya dan memangkas program yang tidak konkrit dan tidak berpikir jangka panjang. Kebanggan terbesar kepada pelajar-pelajar berprestasi ditingkat dunia langkah awal untuk menjadikan indonesia bermartabat dan berdaulat ditangan potensi putra-putri bangsa yang kompetitif itulah yang harus dikembangkan dan menjadikan virus untuk ditularkan kepada Putra-Putri bangsa lainnya
PENDIDIKAN DI KEPULAUAN
Selalu saja kepulauan Sapeken pasti kena imbas dari bobroknya sistem pendidikan skala makro, tetapi pendidikan di Kepulauan harus meretas orientasi pendidikan anak pulau yang sampai sekarang tidak pernah berubah, guru guru tidak amanah, Pungutan Liar, kurikulum dan sistem pengajaran basi dan usang, Reorientasi pendidikan di kepulauan sapeken kuhususnya adalah sebuah keniscayaan , terutama memberantas penyakit-penyakit akut pendidikan di kepulauan dan mulai saatnya pelajar-pelajar sapeken diarahkan untuk ikut olimpiade tingkat dunia, tentunya perlu proses dan kerja keras seluruh masyarakat kepulauan……tenang saja ANGGARAN PENDIDIKAN 20% lho!!
Referensi
Kelana. Meneyelamatkan Pendidikan indonesia. Kompas, 24 September 2004
Tempo Interaktif.com